Perjanjian bagi Hasil
1.
Pengertian
Mudharabah menurut bahasa berarti memutus, sedangkan
menurut saya’ mudharabah adalah suatu adap penyerah harta yang dilakukan oleh
pemiliknya kepada seseorang untuk memperdagangkan hanya tersebut dan keuntungan
dibagi berdua
2.
Rukun dan syarat perjanjian bagi hasil
Bagi hasil dilakukan dengan didahului perjanjian
sehingga iapun harus menenuhi rukun dan syaratnya. Adapun rukun bagi hasil
adalah harus ada para puhak (obyek hukum) obyek tertentu ijab dan qabul melalui
pengucapan lafad. Adapun syarat bagi hasil ada 4 diantaranya :
a.
Mudharabah itu sendiri harus berupa uang (dirham dan dinar) yang
murni
b.
Pemilik modal memberikan ijin kepada pihak pihak yang
memperdagangkanya untuk mengolah secara mutlak, maka tidak boleh bagi si malik
mempersempit pengeluaran dalam mentasarrufkan
c.
Harus ada janji dari si Malik kepada amil berupa bagian keuntungan
yang dapat diketahui seperti setengah dari keuntunganya atau sepertiganya.
3.
Dasar Hukum
Dasar Hukum mengenai diperbolehkannya perjanjian bagi basil
teradapat dalam al-Quran dan Hadis Nabi. Di dalam al-Quran mengenai kebolehan
mengadakan perjanjian bagi hasil ini terdapat dalam surat al-Muzamil ayat
(20) yang artinya adalah sebagai berikut:
"Dan yang lain lagi, mereka bepergian di inuka bumi untuk
mecari karunia dari Allah”
Kemudian dalam hukum positif, sebagaimana yang telah disebutkan di
atas, bagi hasil khususnya atas tanah pertanian diatur dalam ketentuan
Undang-Undang Nomor 2 tahun 1960. Dalam Penjelasan Umum poin ketiga
undang-undang ini menyebutkan bahwa:
a.
agar
pembagian hasil tanah antara pemilik dan penggarapnya dilakukan atas dasar
yang adil.
b.
Dengan
menegaskan hak-hak dan kewajiban dari pemilik dan penggarap, agar terjamin pula
kedudukan hukum yang layak bagi para penggarap, yang biasanya dalam perjanjian
bagi hasil itu berada dalam kedudukan yang tidak kuat. yaitu karena umumnya
tanah yang tersedia tidak banyak, sedangkan jumlah orang yang ingin menjadi
penggarapnya adalah sangat besar.
c.
Dengan
terciptanya kondisi a dan b, maka akan menambah kegembiraan para petani."
4.
Para
Pihak dalam Perjanjian Bag Hasil
Pihak malik tidak memperkirakan akad mudharabah dalam
suatu masa yang telah maklum
Dalam perjanjian bagi hasil terdapat pihak-pihak yang satu dan
lainnya masing-masing mempunyai hak dan kewajiban. Adapun mengenai pihak-pihak
ini penulis kategorikan menjadi dua macam, yaitu pihak dalam perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian dan pihak dalam
perjanjian bagi hasil dalam dunia perbankan.
a.
Pihak-pihak
dalam perjanjian bagi hasil atas tanah pertanian
Dalam hal yang menjadi obyek perjanjiannya
adalah bagi hasil atas tanah pertanian, maka terdapat dua pihak dengan hak dan kewajiban masing-masing pihak adalah sebagai berikut
:
1.
Pihak
Pemilik Lahan Pertanian
Ia adalah pihak yang memiliki lahan
pertanian, yang karena satu dan lain hal
tidak cukup waktu untuk menggarap tanah pertaniannya. Padahal terdapat
laranngan menelantarkan tanah, sebagaimana yang telah disebutkan dalam UUPA
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Oleh karena itu, tanah harus
dimanfaatkan secara produktif.
2.
Pihak
Penggarap
Ia adalah pihak yang mempunyai cukup waktu luang, namun tidak
memiliki cukup lahan pertanian. Oleh karena itu, ia kemudian akan menjalin
perjanjian dengan pemilik lahan pertanian dengan tujuan mendapatkan pembagian
hasil dari usahanya menggarap tanah
pertanian
b.
Pihak-pihak
dalam perjanjian bagi hasil dalam perbankan
1.
Pihak
Pemilik Dana (Shahibul Maal)
Bank sebagai pemilik dana (shahibul maal) adalah pihak yang
akan memberikan pembiayaan terhadap nasabah untuk digunakan dalam kegiatan
produktif
2.
Pihak
Pengelola Dana (Mudharib)
Ialah pihak yang membutuhkan suntikan dana guna menjalankan
kegiatan usahanya. Berdasarkan pada kondisi basil sesuai dengan nisbah atau rasio yang disepakati kepada bank
dan mengembalikar pinjaman dari bank secara angsuran, namun di sisi lain ia
berhk atas pinjaman dana setelah perjanjian bagi hasil ditutup dan
menggunakannya untuk kegiatan-kegiatan yang produktif.
0 komentar:
Posting Komentar