A.
PENDEKATAN DALAM
MENANAMKAN AKHLAK MULIA PADA ANAK MI
Adapun beberapa
pendekatan yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak usia dini
menurut Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai,
teladan atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
Indoktrinasi
Dalam kepustakaan modern, pendekatan ini sudah banyak menuai kritik dari para
pakar pendidikan. Akan tetapi pendekatan ini masih dapat digunakan. Menurut
Alfi Kohn, dalam Dwi Siswoyo (2005:72) menyatakan bahwa untuk membantu
anak-anak supaya dapat tumbuh menjadi dewasa, maka mereka harus ditanamkan
nilai-nilai disiplin sejak dini melalui interaksi guru dan siswa.Dalam
pendekatan ini guru diasumsikan telah memiliki nilai-nilai keutamaan yang
dengan tegas dan konsisten ditanamkan kepada anak. Aturan mana yang boleh
dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan disampaiakan secara tegas, terus
menerus dan konsisten. Jika anak melanggar maka ia dikenai hukuman, akan tetapi
bukan berupa kekerasan.
Klarifikasi
Nilai
Dalam
pendekatan klarifikasi nilai, guru tidak secara langsung menyampaikan
kepada anak mengenai benar salah, baik buruk, tetapi siswa diberi kesempatan
untuk menyampaiakan dan menyatakan nilai-nilai dengan caranya sendiri. Anak
diajak untuk mengungkapkan mengapa perbuatan ini benar atau buruk. Dalam
pendekatan ini anak diajak untuk mendiskusikan isu-isu moral. Pada
usia anak-anak MI, perkembangan moral
mereka sudah cukup tinggi. Tetapi mereka tetap perlu diberi bimbingan dan pelatihan dalam melakukan penalaran dan keterampilan bertindak secara moral
sesuai dengan pilihan-pilihannya.
Teladan atau
Contoh
Anak cenderung
mempunyai
kemampuan yang menonjol dalam hal meniru. Oleh karena itu seorang guru
hendaknya dapat dijadikan teladan atau contoh dalam bidang moral. Baik
kebiasaan baik maupun buruk dari guru akan dengan mudah dilihat dan kemudian
diikuti oleh anak. Figur seorang guru sangat penting utuk pengembangan moral
anak. Artinya nilai-nilai yang tujuannya akan ditanamkan oleh guru kepada anak
seyogyanya sudah mendarah daging terlebih dahulu pada gurunya. Menurut Cheppy
Hari Cahyono (1995 : 364-370) guru moral yang ideal adalah mereka yang dapat
menempatkan dirinya sebagai fasilitator, pemimpin, orang tua dan bahkan tempat
menyandarkan kepercayaan, serta membantu orang lain dalam melakukan
refleksi.Dalam pendekatan ini profil ideal guru menduduki tempat yang sentral
dalam pendidikan moral. Banyak para ahli yang berpendapat dalam hal ini,
diantaranya Durkheim, John Wilson dan Kohlberg. Durkheim, misalnya ia
berpendapat bahwa belajar adalah satu proses sosial yang berkaitan dengan upaya
mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga mereka dapat tumbuh selaras
dengan posisi, kadar intelektualitas, dan kondisi moral yang diharapkan oleh
lingkungan sosialnya (Dwi Siswoyo, 2005:76). Sementara, Kohlberg berpendapat bahwa
tugas utama guru adalah memberi kontribusi terhadap proses perkembangan moral
anak. Tugas guru disini adalah mengembangkan kemampuan peserta didik dalam
berpikir, mempertimbangkan dan mengambil
keputusan.
Pembiasaan
dalam Perilaku
Kurikulum yang
berlaku di MI terkait dengan penanaman
moral, lebih banyak dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan tingkah laku dalam
proses pembelajaran. Ini dapat dilihat misalnya, pada berdoa sebelum dan
sesudah belajar, berdoa sebelum makan dan minum, mengucap salam kepada guru dan
teman, merapikan mainan setelah belajar, berbaris sebelum masuk kelas dan
sebagainya. Pembiasaan ini hendaknya dilakukan secara konsisten. Jika anak
melanggar segera diberi peringatan.Pendekatan lain yang dapat digunakan dalam
penanaman nilai moral.
B.
METODE DALAM
MENANAMKAN AKHLAK MULIA PADA ANAK MI
Setiap guru akan
menggunakan metode sesuai dengan gaya melaksanakan kegiatan. Tetapi yang harus
diingat bahwa pendidik memiliki cara yang khas. Oleh karena itu ada
metode-metode yang lebih sesuai bagi peserta didik khususnya siswa MI dibandingkan
dengan metode-metode lain. Misalnya saja guru MI jarang sekali yang menggunakan
metode ceramah. Orang akan segera menyadari bahwa metode ceramah tidak sesuai
dan tidak banyak berarti apabila diterapkan untuk anak MI. Metode-metode yang
memungkinkan anak dapat melakukan hubungan atau sosialisasi dengan yang lain
akan lebih sesuai dengan kebutuhan dan minat anak. Melalui kedekatan hubungan
guru dan anak, seorang guru akan dapat mengembangkan kekuatan pendidik yang
sangat penting (Moeslichatun, 1998: 7).
Dalam pelaksanaan
penanaman nilai moral pada anak usia dini banyak metode yang dapat digunakan
oleh guru atau pendidik. Namun sebelum memilih dan menerapkan metode yang ada
perlu diketahui bahwa guru atau pendidik harus memahami metode yang akan
dipakai, karena ini akan berpengaruh terhadap optimal tidaknya keberhasilan
penanaman nilai moral tersebut. Metode dalam penanaman nilai moral kepada anak
usia dini sangatlah bervariasi, diantaranya bercerita, bernyanyi, dan karya
wisata. Penggunaan salah satu metode penanaman nilai moral yang dipilih
tentunya disesuaikan dengan kondisi sekolah atau kemampuan seorang guru dalam
menerapkannya. Penjelasan lebih rinci masing-masing metode tersebut sebagai
berikut:
a. Bercerita
Bercerita dapat dijadikan metode untuk menyampaikan nilai-nilai yang berlaku
dalam masyarakat (Otib Satibi Hidayat, 2005 : 4.12). Dalam cerita atau dongeng
dapat ditanamkan berbagai macam nilai moral, nilai agama, nilai sosial, nilai
budaya, dan sebagainya. Kita mungkin masih ingat pada masa kecil dulu tidak
segan-segannya orang tua selalu mengantarkan tidur anak-anaknya dengan cerita
atau dongeng.Tidaklah mudah untuk dapat menggunakan metode bercerita ini. Dalam
bercerita seorang guru harus menerapkan beberapa hal, agar apa yang dipesankan
dalam cerita itu dapat sampai kepada anak didik. Beberapa hal yang dapat
digunakan untuk memilih cerita dengan fokus moral, diantaranya:a. Pilih cerita
yang mengandung nilai baik dan buruk yang jelas. Pastikan bahwa nilai baik dan
buruk itu berada pada batas jangkauan kehidupan anak. Hindari cerita yang
“memeras” perasaan anak, menakut-nakuti secara fisik (Tadzkiroatun Musfiroh,
2005 : 27-28).Dalam bercerita seorang guru juga dapat menggunakan alat peraga
untuk mengatasi keterbatasan anak yang belum mampu berpikir secara abstrak.
Selain itu guru juga bisa memanfaatkan kemampuan olah vokal yang dimiliknya
untuk membuat cerita itu lebih hidup, sehingga lebih menarik perhatian siswa.
Adapun teknik-teknik bercerita yang dapat dilakukan diantaranya :a. membaca
langsung dari buku cerita atau dongeng. Menggunakan ilustrasi dari buku.
Menggunakan media audio visual. Anak bermain beran atau sosiodrama. (Dwi
Siswoyo dkk, 2005 : 87). Strategi atau cara yang dapat digunakan ketika guru memilih
metode bercerita sebagai salah satu metode yang digunakan dalam penanaman nilai
moral.
b. Bernyanyi
Metode bernyanyi adalah suatu pendekatan
pembelajaran secara nyata yang mampu membuat anak senang dan bergembira. Anak
diarahkan pada situasi dan kondisi psikis untuk membangun jiwa yang bahagia,
senang menikmati keindahan, mengembangkan rasa melalui ungkapan kata dan nada,
serta ritmik yang menjadikan suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan.
Pesan-pesan pendidikan berupa nilai dan moral yang dikenalkan kepada anak
tentunya tidak mudah untuk diterima dan dipahami secara baik. Anak tidak dapat
disamakan dengan orang dewasa. Anak merupakan pribadi yang memiliki keunikan
tersendiri. Pola pikir dan kedewasaan seorang anak dalam menentukan sikap dan
perilakunya juga masih jauh dibandingkan dengan orang dewasa. Anak tidak cocok
hanya dikenalkan tentang nilai dan moral melalui ceramah atau tanya jawab saja.
Oleh karena itu bernyanyi merupakan salah satu metode penamanan nilai moral
yang tepat untuk diberikan kepada anak usia dini.Bernyanyi jika digunakan
sebagai salah satu metode dalam penanaman moral dapat dilakukan melalui
penyisipan makna pada syair atau kalimat-kalimat yang ada dalam lagu tersebut.
Lagu yang baik untuk kalangan anak MI
harus memperhatikan kriteria sebagai berikut: a.
Syair/kalimatnya tidak terlalu panjang, b.
Mudah dihafal oleh anak, c. Ada misi
pendidikan, d. Sesuai dengan karakter dan
dunia anak, e. Nada yang diajarkan mudah
dikuasai anak.
c. Karya
wisata
Karya wisata merupakan salah satu
metode pengajaran dimana anak mengamati
secara langsung dunia sesuai dengan kenyataan yang ada. Dengan karya wisata
anak akan mendapatkan ilmu dari pengalamannya sendiri dan sekaligus anak dapat
menggeneralisasi berdasarkan sudut pandang mereka sendiri. Berkaryawisata
mempunyai arti penting bagi perkembangan anak karena dapat membangkitkan minat
anak pada sesuatu hal, dan memperluas perolehan informasi. Metode ini juga
dapat memperluas lingkup program kegiatan belajar anak Taman Kanak-kanak yang
tidak mungkin dapat dihadirkan di kelas.Melalui metode karya wisata ada
beberapa manfaat yang dapat diperoleh anak. Pertama, bagi anak karya wisata
dapat dipergunakan untuk merangsang minat mereka terhadap sesuatu, memperluas
informasi yang telah diperoleh di kelas, memberikan pengalaman mengenai
kenyataan yang ada, dan dapat menambah wawasan anak. Informasi-informasi yang
didapatkan anak melalui karya wiasata dapat pula dijadikan sebagai batu
loncatan untuk melakukan kegiatan yang lain dalam proses pembelajaran.Kedua,
karya wisata dapat menumbuhkan minat tentang sesuatu hal, seperti untuk
mengembangkan minat tentang dunia hewan maka anak dapat dibawa ke kebun
binatang. Mereka mendapat kesempatan untuk mengamati tingkah laku binatang.
Minat tersebut menimbulkan dorongan untuk memperoleh informasi lebih lanjut
seperti tentang kehidupannya, asalnya, makannya, cara berkembang biaknya, cara
mengasuh anaknya, dan lain-lain.Ketiga, karya wisata kaya akan nilai
pendidikan, karena itu melalui kegiatan ini dapat meningkatkan pengembangan
kemampuan sosial, sikap, dan nilai-nilai kemasyarakatan pada anak. Apabila
dirancang dengan baik kegiatan karya wisata dapat membantu mengembangkan aspek
perkembangan sosial anak, misalnya kemampuan dalam menggalang kerja sama dalam
kegiatan kelompok.Keempat, karya wisata dapat juga mengembangkan nilai-nilai
kemasyarakatan, seperti: sikap mencintai lingkungan kehidupan manusia, hewan,
tumbuhan, dan benda-benda lainnya. Karya wisata membantu anak memperoleh
pemahaman penuh tentang kehidupan manusia dengan bermacam perkerjaan, kegiatan
yang menghasilkan suatu karya atau jasa. Metode karya wisata bertujuan untuk
mengembangkan aspek perkembangan anak yang sesuai dengan kebutuhannya. Misalnya
pengembangan aspek kognitif, bahasa, kreativitas, emosi, kehidupan
bermasyarakat, dan penghargaan pada karya atau jasa orang lain. Tujuan berkarya
wisata ini perlu dihubungkan dengan tema-tema yang sesuai dengan pengembangan
aspek perkembangan anak. Tema yang sesuai adalah tema: binatang, pekerjaan,
kehidupan kota atau desa, pesisir, dan pegunungan.Adapun beberapa pendekatan
yang dapat digunakan dalam penanaman nilai moral pada anak usia dini menurut
Dwi Siswoyo dkk, (2005:72-81) adalah indoktrinasi, klarifikasi nilai, teladan
atau contoh, dan pembiasaan dalam perilaku.
d.
Bermain peran
Bermain peran
merupakan salah satu metode yang digunakan dalam menanamkan nilai moral kepada
anak . Dengan bermain peran anak akan mempunyai kesadaran merasakan jika ia
menjadi seseorang yang dia perankan
dalam kegiatan bermain peran. Misalnya tema bermain peran tentang kasih sayang
dalam keluarga. Anak akan merasakan bagaimana seorang ayah harus menyayangi
anggota keluarga, bagaimana seorang ibu harus menyayangi keluarga, begitu juga
bagaimana dengan anak-anaknya.
0 komentar:
Posting Komentar