A. Pengertian
1.
Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang.
Penempatan pengasuhan terutama dimaksudkan menjadi “tempat untuk menahan” untuk menjaga anak-anak merasa aman dan
terlindungi dan untuk masa depan mereka.
Pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua
untuk mendidika anak-anaknya sebagai perwujudan rasa tanggung jawab kepada
anak-anaknya. Dalam kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua mempunyai
tanggung jawab primer, yaitu tanggung jawab yang harus dilakukan, kalau tidak
maka anak-anaknya akan mengalami kebodohan dan lemah dalam menghadapi kebodohan
juga lemah dalam kehidupan pada zamannya. Anak pada dasarnya merupakan amanat yang
harus dipelihara dan keberadaan anak merupakan hasil dari buah kasih sayang
antara ibu dan bapak yang diikat oleh tali perkawinan dalam rumah tangga.
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam
pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari
kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan sehari-hari dalam
keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan
hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa
anak. Keteladanan dan kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam sikap dan
perilaku tidak lepas dari perhatian dan pengamatan anak. Meniru kebiasaan hidup
orang tua adalah suatu hal yang sering anak lakukan, karena pada masa
perkembangannya anak selalu ingin menuruti apa-apa yang orang tua lakukan. Anak
selalu ingin meniru, ini dalam pendidikan dikenal dengan istilah anak belajar
melalui Imitasi.
2.
Bentuk-bentuk Pola Asuh
Mengasuh, membina, dan mendidik anak di rumah merupakan kewajiban
bagi setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak. Dengan menjaga dan
melindungi serta menanamkan rasa kasih sayang kepada anak-anaknya agar kelak
anak-anak tersebut dibekali dengan rasa kasih sayang terhadap sesamanya.
Mendidik anak dalam keluarga diharapkan agar anak mampu berkembang
kepribadiannya, menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap
agama, kepribadian kuat dan mandiri, berperilaku ihsan, potensi jasmani dan
rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Untuk mewujudkan hal
itu ada beberapa bentuk dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua,
diantaranya sebagai berikut :
a.
Menurut Baumrind (1976) terdapat 4 bentuk pola asuh orang tua,
yaitu :
1.
Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak akan tetapi
tidak
ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional. selalu mendasari tindakannya
pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak. tidak berharap
yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan
melakukan suatu tindakan. dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat
2.
Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus
dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman.
Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum apabila anak tidak
mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua. Maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi
biasanya bersifat satu arah, Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dan analisa untuk
mengerti mengenai anaknya.
3.
Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan
kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup
darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak
sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat.
sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.
Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada
umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada
anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti
bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak
mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku
penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada
umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
b.
Menurut Hurlack yang dikutip oleh Chabib Thoha, ada 3 bentuk yaitu
:
1)
Pola asuh otoriter
Pola
asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak yang
menggunakan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku
seperti dirinya (orang tua) kebebasan untuk bertindak atas nama diri sering
dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, serta
bertukar pikiran dengan orang tua, Orang tua malah menganggap bahwa sikap yang
dilakukannya itu sudah benar sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan
atas semua keputusan yang menyangkut permasalahan anak-anaknya.
2)
Pola asuh demokratis
Pola
asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua
terhadap kemampuan anak-anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk
tidak selalu tergantung pada orang tua.
Dalam
pola asuh seperti ini orang tua memberi sedikit kebebasan kepada anak untuk
memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkan yang terbaik bagi dirinya.
Anak diperhatikan dan didengarkan saat anak berbicara dan bila berpendapat,
orang tua memberikan kesempatan untuk mendengarkan pendapatnya, dilibatkan
dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri.
3)
Pola asuh laisses fire (Permisif)
Pola
asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas,
anak dianggap orang dewasa atau muda, diberi kelonggaran seluas-luasnya apa
saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak
memberikan bimbingan pada anaknya. Semua yang dilakukan oleh anak adalah benar
dan tidak perlu teguran, arahan, atau bimbingan.
B.
Motivasi Belajar
Setiap individu memiliki kondisi internal,
dimana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktifitas dirinya
sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal terseut adalah motivasi.
Kata Motivasi yang berasal dari kata motif yang dalam bahasa
Inggrisnya motive berasal dari kata motion yang berarti gerak atau sesuatu yang
bergerak
atau suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan
orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah
“pendorong” ; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku
seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga
mencapai hasil atau tujuan tertentu.
Menurut Walker (dalam riyanto, 2002) belajar adalah suatu
perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman
dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi,
perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang
tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan
perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang
sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra.
Sedangkan, menurut Gagne belajar merupakan kecenderungan
perubahan pada diri manusia yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan.
Secara bahasa, fiqih berarti “faham”, yaitu pengertian atau
pemahaman yang mendalam yang menghendaki pengerahan potensi akal.
Adapun fiqih itu sendiri menurut keterangan yang diberikan para ulama adalah :
اَلْعِلْمُ
بِاْلاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ عَنْ اَدِ لَّةِ التَّفْصِلِيَّةِ بِا اْلاِ
سْتِدْلاَ لِ
“Ilmu tentang hukum-hukum syariat (yang
diperoleh) dari dalil-dalil yang terperinci dengan jalan istidlal.”
Adapaun pelaksanaan pola asuh orang tua dalam meningkatkan motivasi
belajar Fiqih itu mempunyai beberapa cara diantaranya :
1.
Memberikan pengakuan untuk usaha yang sungguh-sungguh.
2.
Memperlihatkan sebuah keyakinan dan harapan yang realistis bahwa
orang-orang muda akan belajar.
3.
Menekankan belajar dari kesalahan.
Banyak
sumber yang bisa mengembangkan motivasi belajar menjadi sifat pribadi, misalnya
lingkungan yang mendorong, dan banyak sistem pendukung bagi anak-anak yang
ingin mengatasi kekurangberhasilan dalam belajar yang merupakan suatu aliran dari
sumber yang sama.
4.
Menyediakan diri, terutama permulaan tugas-tugas yang sulit. Hal yang mengagumkan bila sesuatu bisa dipindahkan dan digerakkan
hanya dengan sebuah bantuan kecil. Terkadang seorang murid kebingunggan atau
tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Kedekatan dan pertolongan kecil
kita bisa sangat berarti bagi anak untuk menemukan arah yang benar, melanjutkan
keterlibatannya, dan meraih keyakinan untuk melanjutkan belajarnya.
Memperkecil
kesalahan-kesalahan ketika anak-anak sedang berjuang. Terkadang
belajar menyerupai sebuah pertempuran. Tipsnya batas antara kemajuan dan
penarikan diri, antara harapan dan keputusasaan, bisa menimbulkan kelemahan.
Menekankan kesalahan-kesalahan anak-anak pada saat-saat kritis yang disebabkan
oleh kerapuhannya adalah cara pasti untuk meningkatkan kekalahan diri
0 komentar:
Posting Komentar