Sabtu, 02 Maret 2013

Pola Asuh Orang Tua


A.  Pengertian
1.   
Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola asuh orang tua memberikan lingkungan yang penuh kasih sayang. Penempatan pengasuhan terutama dimaksudkan menjadi “tempat untuk menahan”  untuk menjaga anak-anak merasa aman dan terlindungi dan untuk masa depan mereka.[1]
Pola asuh adalah suatu cara terbaik yang dapat ditempuh orang tua untuk mendidika anak-anaknya sebagai perwujudan rasa tanggung jawab kepada anak-anaknya. Dalam kaitannya dengan pendidikan berarti orang tua mempunyai tanggung jawab primer, yaitu tanggung jawab yang harus dilakukan, kalau tidak maka anak-anaknya akan mengalami kebodohan dan lemah dalam menghadapi kebodohan juga lemah dalam kehidupan pada zamannya. Anak pada dasarnya merupakan amanat yang harus dipelihara dan keberadaan anak merupakan hasil dari buah kasih sayang antara ibu dan bapak yang diikat oleh tali perkawinan dalam rumah tangga.[2]
Pendidikan dalam keluarga memiliki nilai strategis dalam pembentukan kepribadian anak. Sejak kecil anak sudah mendapat pendidikan dari kedua orang tuanya melalui keteladanan dan kebiasaan sehari-hari dalam keluarga. Baik tidaknya keteladanan yang diberikan dan bagaimana kebiasaan hidup orang tua sehari-hari dalam keluarga akan mempengaruhi perkembangan jiwa anak. Keteladanan dan kebiasaan yang orang tua tampilkan dalam sikap dan perilaku tidak lepas dari perhatian dan pengamatan anak. Meniru kebiasaan hidup orang tua adalah suatu hal yang sering anak lakukan, karena pada masa perkembangannya anak selalu ingin menuruti apa-apa yang orang tua lakukan. Anak selalu ingin meniru, ini dalam pendidikan dikenal dengan istilah anak belajar melalui Imitasi.[3]
2.    Bentuk-bentuk Pola Asuh
Mengasuh, membina, dan mendidik anak di rumah merupakan kewajiban bagi setiap orang tua dalam usaha membentuk pribadi anak. Dengan menjaga dan melindungi serta menanamkan rasa kasih sayang kepada anak-anaknya agar kelak anak-anak tersebut dibekali dengan rasa kasih sayang terhadap sesamanya.[4]
Mendidik anak dalam keluarga diharapkan agar anak mampu berkembang kepribadiannya, menjadi manusia dewasa yang memiliki sikap positif terhadap agama, kepribadian kuat dan mandiri, berperilaku ihsan, potensi jasmani dan rohani serta intelektual yang berkembang secara optimal. Untuk mewujudkan hal itu ada beberapa bentuk dalam pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, diantaranya sebagai berikut :
a.    Menurut Baumrind (1976) terdapat 4 bentuk pola asuh orang tua, yaitu : [5]
1.    Pola asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memprioritaskan kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional. selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak. tidak berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Orang tua tipe ini juga memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih dan melakukan suatu tindakan. dan pendekatannya kepada anak bersifat hangat
2.    Pola asuh Otoriter
Pola asuh ini cenderung menetapkan standar yang mutlak harus dituruti, biasanya dibarengi dengan ancaman-ancaman. Orang tua tipe ini cenderung memaksa, memerintah, dan menghukum apabila anak tidak mau melakukan apa yang dikatakan oleh orang tua. Maka orang tua tipe ini tidak segan menghukum anak. Orang tua tipe ini juga tidak mengenal kompromi dan dalam komunikasi biasanya bersifat satu arah, Orang tua tipe ini tidak memerlukan umpan balik dan analisa untuk mengerti mengenai anaknya.
3.    Pola asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang dalam bahaya dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini biasanya bersifat hangat. sehingga seringkali disukai oleh anak.
4.    Pola asuh Penelantar
Orang tua tipe ini pada umumnya memberikan waktu dan biaya yang sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka, seperti bekerja, dan juga kadangkala biaya pun dihemat-hemat untuk anak mereka. Termasuk dalam tipe ini adalah perilaku penelantar secara fisik dan psikis pada ibu yang depresi. Ibu yang depresi pada umumnya tidak mampu memberikan perhatian fisik maupun psikis pada anak-anaknya.
b.   Menurut Hurlack yang dikutip oleh Chabib Thoha, ada 3 bentuk yaitu :[6]
1)   Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang ditandai dengan cara mengasuh anak yang menggunakan aturan-aturan ketat, seringkali memaksa anak untuk berperilaku seperti dirinya (orang tua) kebebasan untuk bertindak atas nama diri sering dibatasi. Anak jarang diajak berkomunikasi dan diajak ngobrol, bercerita, serta bertukar pikiran dengan orang tua, Orang tua malah menganggap bahwa sikap yang dilakukannya itu sudah benar sehingga tidak perlu anak dimintai pertimbangan atas semua keputusan yang menyangkut permasalahan anak-anaknya.
2)   Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang ditandai dengan pengakuan orang tua terhadap kemampuan anak-anaknya, dan kemudian anak diberi kesempatan untuk tidak selalu tergantung pada orang tua.
Dalam pola asuh seperti ini orang tua memberi sedikit kebebasan kepada anak untuk memilih apa yang dikehendaki dan apa yang diinginkan yang terbaik bagi dirinya. Anak diperhatikan dan didengarkan saat anak berbicara dan bila berpendapat, orang tua memberikan kesempatan untuk mendengarkan pendapatnya, dilibatkan dalam pembicaraan terutama yang menyangkut dengan kehidupan anak itu sendiri.
3)   Pola asuh laisses fire (Permisif)
Pola asuh ini adalah pola asuh dengan cara orang tua mendidik anak secara bebas, anak dianggap orang dewasa atau muda, diberi kelonggaran seluas-luasnya apa saja yang dikehendaki. Kontrol orang tua terhadap anak sangat lemah, juga tidak memberikan bimbingan pada anaknya. Semua yang dilakukan oleh anak adalah benar dan tidak perlu teguran, arahan, atau bimbingan.
B.            Motivasi Belajar
Setiap individu memiliki kondisi internal, dimana kondisi internal tersebut turut berperan dalam aktifitas dirinya sehari-hari. Salah satu dari kondisi internal terseut adalah motivasi.
Kata Motivasi yang berasal dari kata motif yang dalam bahasa Inggrisnya motive berasal dari kata motion yang berarti gerak atau sesuatu yang bergerak[7] atau suatu dorongan yang timbul dari dalam diri seseorang yang menyebabkan orang tersebut mau bertindak melakukan sesuatu. Sedangkan motivasi adalah “pendorong” ; suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang agar ia tergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai hasil atau tujuan tertentu.[8]
Menurut Walker (dalam riyanto, 2002) belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan tugas yang terjadi sebagai hasil dari pengalaman dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra.
Sedangkan, menurut Gagne belajar merupakan kecenderungan perubahan pada diri manusia yang dapat dipertahankan selama proses pertumbuhan.[9]
Secara bahasa, fiqih berarti “faham”, yaitu pengertian atau pemahaman yang mendalam yang menghendaki pengerahan potensi akal.[10] Adapun fiqih itu sendiri menurut keterangan yang diberikan para ulama adalah :
اَلْعِلْمُ بِاْلاَحْكَامِ الشَّرْعِيَّةِ عَنْ اَدِ لَّةِ التَّفْصِلِيَّةِ بِا اْلاِ سْتِدْلاَ لِ
“Ilmu tentang hukum-hukum syariat (yang diperoleh) dari dalil-dalil yang terperinci dengan jalan istidlal.” [11]
Adapaun pelaksanaan pola asuh orang tua dalam meningkatkan motivasi belajar Fiqih itu mempunyai beberapa cara diantaranya :
1.    Memberikan pengakuan untuk usaha yang sungguh-sungguh.
2.    Memperlihatkan sebuah keyakinan dan harapan yang realistis bahwa orang-orang muda akan belajar.
3.    Menekankan belajar dari kesalahan.
Banyak sumber yang bisa mengembangkan motivasi belajar menjadi sifat pribadi, misalnya lingkungan yang mendorong, dan banyak sistem pendukung bagi anak-anak yang ingin mengatasi kekurangberhasilan dalam belajar yang merupakan suatu aliran dari sumber yang sama.
4.    Menyediakan diri, terutama permulaan tugas-tugas yang sulit. Hal yang mengagumkan bila sesuatu bisa dipindahkan dan digerakkan hanya dengan sebuah bantuan kecil. Terkadang seorang murid kebingunggan atau tidak tahu apa yang akan dilakukan selanjutnya. Kedekatan dan pertolongan kecil kita bisa sangat berarti bagi anak untuk menemukan arah yang benar, melanjutkan keterlibatannya, dan meraih keyakinan untuk melanjutkan belajarnya.
Memperkecil kesalahan-kesalahan ketika anak-anak sedang berjuang. Terkadang belajar menyerupai sebuah pertempuran. Tipsnya batas antara kemajuan dan penarikan diri, antara harapan dan keputusasaan, bisa menimbulkan kelemahan. Menekankan kesalahan-kesalahan anak-anak pada saat-saat kritis yang disebabkan oleh kerapuhannya adalah cara pasti untuk meningkatkan kekalahan diri


[1] Sylvia Rimm. Mendidik dengan Bijak Bagaiman Mendidik Anak yang Bijak dan Berprestasi (Jakarta : PT Gramedia,1998). 131.
[2] Mansur. Pendidikan Anak Usia Dini (Yogyakarta; Pustaka Pelajar, 2005). 350
[3] Syaiful Bahri Djamarah. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Jakarta; Rineka Cipta, 2004). 24-25
[4] Ibid, 88.
[5] http://wawan-junaidi.blogspot.com/2012/02/macam-macam-pola-asuh-orang-tua.html
[6] Syaiful Bahri Djamarah. Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak dalam Keluarga (Jakarta; Rineka Cipta, 2004). 53-56
[7] A.Tabrani Ruslan. Pendekatan dalam Proses Belajar Mengajar. (Bandung; Remaja Rosdakarya, 1994).98-99
[8] Ngalim Purwanto. Psikologi Pendidikan ( Bandung : PT Remaja Rosdakarya, 1992). 71.
[9] Yatim Riyanto. Paradigma Baru Pembelajaran Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran Yang Efektif Dan Berkualitas (Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2009). 5.
[10] Ahmad Thib raya. Dkk. Menyelami Seluk-Beluk Ibadah Dalam Islam (Jakarta timur : Prenada Media, 2003). 105.
[11] Basiq Djalil. Ilmu Ushul Fiqih Satu Dan Dua (Jakarta : Prenada Media Group, 2010). 14.

0 komentar:

Posting Komentar