Senin, 22 Oktober 2012

AL-WAKALAH (PERWAKILAN)



A.     Pengertian  Al-Wakalah
Secara bahasa kata al-wakalah atau al-wakilah berati al-Tafwidh (penyerahan, pendelegasian, dan pemberian mandat) seperti perkataan :
وكلت آ مري الي الله أ ى فو ضته اليه            
Artinya :
 “ Aku serahkan urusanku kepada Allah “.
Secara terminologi (syara’) sebagaimana dikemukakan oleh fukaha :
        I.            Menurut Hasbi Ash-Shiddiqie
Akad penyerahan kekuasaan di mana pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai gantinya untuk bertindak.
     II.            Imam Taqy al-Din Abu Bakr Ibn Muhammad al-Husaini
تفويض ما له فعله مما يقبل النيا بة الى غيره ليحفظه في حا ل حيا ته
Artinya :
“ Menyerahkan suatu pekerjaan yang dapat digantikan kepada orang lain agar dikelola dan dijaga pada masa hidupnya “.
Dari dua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa wakalah adalah sebuah transaksi di mana seseorang menunjuk orang lain untuk menggantikan dalam mengejakan pekerjaannya/perkaranya ketika masih hidup.
Dalam wakalah sebenarnya pemilik urusan (muwakkil) itu dapat secara sah untuk mengerjakan pekerjaannya secara sendiri. Namun, karena satu dan lain hal urusan itu ia serahkan kepada orsng lain yang dipandang mampu untuk menggantikannya. Oleh karena itu, jika seseoarng (muwakkil) itu ialah orang yang tidak ahli untuk mengerjakan urusannya itu seperti orang gila atau anak kecil maka tidak sah untuk mewakilkan kepada orang lain. Contoh wakalah : seseorang mewakilkan kepada orang lain untuk bertindak sebagai wali nikah dalam pernikahan anak perempuannya. Contoh lain : seseorang terdakwa mewakilkan urusan kepada pengacaranya.
B.     Landasan Hukum al-Wakalah
Islam menyariatkan wakalah karena manusia membutuhkannya. Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannyasecara pribadi. Ia membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Kegiatan wakalah ini telah dilakukan oleh orang terdahulu seperti yang dikisahkan oleh al-qur’an tentang ashabul kahfi, di mana ada seseorang di antara mereka diutus untuk mengecek keabsahan mata uang yang mereka miliki ratusan athun di dalam gua.
Ijma ulama membolehkan wakalah karena wakalah dipandang sebagai bentuk tolong menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang diperintahkan oleh Allah SWT. Dan Rasul-Nya.
Allah SWT, berfirman dalam surat Al-Maidah ayat 2 :                          
وتعا ون علي البر والتقوى ولا تعا ونوا على الإ ثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد العقا ب (الما ئدة : ٢)
 Artinya :
“ Dan tolong menolonglah kamu dalam hal mengerjakan kebaikan dan takwa dan janganlah kamu tolong menolong dalam mengerjakan dosa dan permusuhan dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya siksa Allah sanagat pedih “. (QS :5 ayat 2).
Dalam hadis disebutkan :
والله في عون العبد ما كا ن العبد فى عون أ خيه
Artinya :
“ Allah senantiasa menolong hamba-Nya selama hamba itu menolong saudaranya “.
Dalam hadis yang lain sebagaimana dijelaskan dalam kitab fiqh sunnah bahwa wakalah bukan hanya diperintahkan oleh Nabi tetapi Nabi sendiri telah melakukannya. Nabi pernah mawakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah. Rasulullah juga pernah mewakilkan dalam membayar utang, dalam mengurus untanya.
C.     Rukun dan Syarat al-Wakalah
ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam wakalah :
1.      Ada ornag yang mewakilkan (muwakkil) syaratnya dia berstatus sebagai pemilik urusan/benda yang menguasainya serta dapat bertindak terhadap harta tersebut dengan dirinya sendiri. Jika muwakkil itu bukan pemiliknya atau bukan orang orang yang ahli maka batal. Dalam hal ini, maka naka kecil dan orang gila tidak sah menjadi muwakkil karena tidak termasuk orang yang berhak untuk bertindak.
2.      Wakil (orang yang mewakili) syaratnya ialah orang berakal. Jika ia idiot, gila, atau belum dewasa maka batal. Tapi menurut Hanafiah anak kecil yang cerdas (dapat membedakan yang baik dan buruk) sah menjadi wakil alasannya bahwa Amr bin Sayyidah Ummu Salamah mengawinkan ibunya kepada Rosulullah, saat itu Amr masih kecil yang belum baligh. Orang yang sudah berstatus sebagai wakil ia tidak boleh berwakil kepada orang lain kecuali seizin dari muwakkil pertama atau karena terpaksa seperti pekerjaan yang diwakilkan terlalu banyak sehingga ia tidak dapat mengerjakannya sendiri maka boleh berwakil kepada orang lain. Si wakil tidak wajib untuk menanggung kerusakan barang yang diwakilkan kecuali disengaja atau cara di luar batas.
3.      Muwakkil fih (sesuatu yang diwakilkan), syaratnya :
a.       Pekerjaan/urusan itu dapat diwakilkan atau digantikan oleh orang lain. Oleh karena itu, tidak sah untuk mewakilkan untuk mengerjakan ibadah seperti : shalat, puasa, dan membaca al-Qur’an.
b.      Pekerjaan itu dimiliki oleh muwakkil sewaktu akad wakalah. Oleh karena itu, tidak sah berwakil menjual sesuatu yang belum dimilkinya.
c.       Pekerjaan itu diketahui secara jelas. Maka tidak sah mewakilkan sesuatu yang masih samar seperti : “ Aku jadikan engkau sebagai wakilku untuk mengawini salah satu anakku “.
d.      Shigat : shigat hendaknya berupa lafal yang menunujukkan arti “ mewakilkan “ yang diiringi kerelaan dari muwakkil seperti : “ saya wakilkan atau serahkan pekerjaan ini kepada kamu untuk mengerjakan pekerjaan ini “ kemudian diterima oleh wakil. Dalam shigat kabul si wakil tidak disyaratkan artinya seandainya si wakil tidak mengucapkan qabul tetap dianggap sah.
D.     Pekerjaan yang Dapat Diwakilkan
Pekerjaan yang boleh diwakilkan adalah semua pekerjaan yang dapat diakadkan oleh dirinya sendiri, artinya secara hukumpekerjaan ini dapat gugur jika digantikan. Contoh : mewakilkan orang lain untuk menjual barang atau membeli, dan menjadi wali pernikahan. Adapun sesuatu yang tidak dapat diwakilkan adalah pekerjaan yang tidak ada campur tangan perwakilan artinya hukum ini tidak gugur jika digantikan oleh orang lainseperti ibadah badiniyah karena dalam ibadah badaniyah ini tujuannya untuk menguji ketaatan hamba, yang tidak dapat dicapai tujuan itu jika dilakukan oleh orang lain seperti : shalat dan puasa.
E.      Berakhirnya al-Wakalah
Transaksi wakalah dinyatakan berakhir atau tidak dapat dilanjutkan dikarenakan oleh salah satu sebab di bawah ini :
  Matinya salah seorang dari yang berakad.
  Bila salah satunya gila.
  Pekerjaan yang dimaksud dihentikan.
  Keluarnya orang yang mewakilkan (muwakkil) dari status pemilikan.
  Wakil memutuskan sendiri. Menurut Hanafi tidak perlu muwakkil mengetahuinya.
  Pemutusan oleh muwakkil terhadap wakil, meskipun wakil tidak mengetahui (menurut Syafi’i dan Hambali), tetapi menurut Hanafi wakil wajib tahu sebelum ia tahu maka tindakannya seperti sebelum ada pemutusan.
F.      Hikmah Wakalah
Pada hakikatnya wakalah merupakan pemberian dan pemeliharaan amanat. Oleh karena itu, baik muwakkil (orang yang mewakilkan) dan wakil (orang yang mewakili) yang telah melakukan kerja sama / kontrak wajib bagi keduanya untuk menjalankan hak dan kewajibannya, saling percaya, dan menghilngkan sifat curiga dan berburuk sangka. Dari sisi lain, dalam wakalah terdapat pembagian tugas, karena tidak semua orang memiliki kesempatan untuk menjalankan pekerjaannya dengan diriya sendiri. Dengan mewakilkan kepada orang lain, maka muncullah sikap saling tolong  menolong dan memberikan pekerjaan bagi orang yang sedang menganggur. Dengan demikian, simuwakkil akan terbantu dalam menjalankan pekerjaannya di samping akan mendapat imbalan sewajarnya.
     

0 komentar:

Posting Komentar