A. Pengertian dan Dasar Hukum Wakaf
Secara etimologi, kata wakaf (وقف) berarti al-habs (menahan),
radiah (terkembalikan), al-tahbis (tertahan), dan al-man’u
(mencegah).
Menurut
syara’ banyak definisi yang dikemukakan oleh ulama di antaranya :
a.
Sayyid Sabiq
حبس الما ل و صر ف منا فعه في سبيل الله
Artinya : “Menahan harta dan menggunakan manfaatnya
di jalan Allah SWT”.
b.
Taqiyuddin Abu Bakar bin Muhammad al-Husaeni
ممنو ع من التصرف في عينه وتصرف منا فعه في البر تقربا
الي الله تعا لي
Artinya : “ Menahan harta yang kekal zatnya untuk diambil
manfaatnya tanpa merusak (tindakan) pada zatnya yang dibelanjakan manfaatnya di
jalan kebaikan dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT”.
Dari dua definisi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa yang
namanya wakaf adalah menahan benda yang tidak mudah rusak (musnah) untuk
diambil manfaatnya bagi kepentingan yang dibenarkan oleh syara’ dengan
tujuan memperoleh pahala dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Iman Taqiyuddin, pengarang kitab kifayat al-Akhyar mengutip
sebuah pendapat lain yang mengatakan bahwa wakaf itu bersifat umum mencakup
semua benda yang dapat diambil manfaatnya. Maka boleh mewakafkan anjing buruan
yang terpelajar. Tetapi menurut pendapat yang lebioh kuat tidak boleh
mewakafkan anjing karena anjing tidak boleh dimilki.
Dari uraian di atas maka terdapat beberapa ketentuan dalam hal
wakaf. Menurut Azhar Basyir ketentuan itu sebagai berikut :
1) Harta wakaf harus tetap (tidak dapat dipindahkan
kepada orang lain) baik dengan dijual-belikan, dihibahkan, atauoun diwariskan.
2) Harta wakaf
terlepas dari pemilikan orang yang mewakafkannya.
3) Tujuan wakaf harus jelas (terang).
4) Harta wakaf dapat dikuasakan kepada pengawas yang
memiliki hak ikut serta dalam harta wakaf.
5) Harta wakaf dapat berupa tanah dan sebagainya yang
tahan lama dan tidak musnah sama sekali digunakan.
Kedudukan wakaf dalam Islam sangat mulia. Wakaf dijadikan sebagai
amalan utama yang sangat dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Orang-orang jahiliyah tidak mengenal wakaf. Wakaf disyariatkan oleh Nabi dan
menyerukannya karena kecintaan Beliau
Dasar hukum yang dapat dijadikan penguat pentingnya wakaf dapat
dilihat antara lain dalam al-Qur’an diantarannya :
1.
Surat al-Hajj ayat 77
وافعلوا الخير لعلكم تفلحو ن (الحج : ٧٧)
Artinya :” dan lakukanlah kebaikan semoga kamu
beruntung ”. (QS:22/77).
2.
Surat al-Imran ayat 92
لن تنلوا البر حتي تنفقو ا مما تحبون (ال عمران : ٩٢)
Artinya : “Tidaklah kamu memperoleh kebaikan sampai
kamu menafkahkan apa yang kamu sukai”. (QS:3/92).
3.
Dalam hadis Nabi
اذا ما ت الانسا ن انقطع عملها الا من ثلا ثة أ شيا ء
صدقة جارية آوعلم ينتفع به آو ولد صا لح يدعوله (رواه مسلم)
Artinya : “ jika manusia mati maka terputuslah semua amalnya
kecuali tiga : sedekah jariyah (yang terus menerus), ilmu yang bermanfaat dan
anak shalih yang mendoakan kepadanya”. (HR. Muslim).
Para
ulama menafsirkan sekedah jariyah dalamhadis di atas dengan wakaf. Jabir
berkata tiada seorang dari sahabat Rasulullah yang memiliki simpanan melainkan
diwakafkannya.
B. Rukun dan Syarat Wakaf
a)
Ada beberapa rukun yang harus dipenuhi dalam perkara wakaf :
¶ Ada orang berwakaf (wakif), syaratnya orang
yang bebas untuk berbuat kebaikan, meskipun bukan muslim dan dilakukan dengan
kehendak sendiri bukan karena dipaksa.
¶ Ada benda yang diwakafkan (maukuf), syarat pertama,
benda itu kekal zatnya dan dapat diambil manfaatnya (tidak musnah karena
diambil manfaatnya). Kedua, kepunyaan orang yang mewakafkan, meskipun bercampur
(musya’) yang tidak da[at dipisahkan dari yang lain, maka boleh
mewakafkan uang yang berupa modal, berupa saham pada perusahaan. Ketiga, harta
wakaf harus segera dapat diterima setelah wakaf diikrarkan. Bila wakaf itu
diperuntukkan untuk membangun tempat-tempat ibadah umum hendaknya ada badan
yang menerimnya yang disebut nadzir. dan diperbolehkan bagi orang yang
mengurus zakat (nadzir) untuk mengambil sebagaian dari hasil wakaf. Hal
ini didasarkan hadis Nabi :
لا جنا ح علي من وليها أن ياء كل منها با لمعروف
Artinya : “ Tidak ada halangan bagi orang yang
mengurusinya untuk memakan sebagaian darinya dengan cara yang makruf “.
¶ Tujuan wakaf (maukuf alaih) disyaratkan tidak
bertentangan dengan nilai ibadah. Menurut Sayyid Sabiq, tidak sah wakaf untuk
maksiat, seperti untuk gereja dan biara, dan tempat bar.
¶ Pernyataan wakaf (shigat wakaf) baik dalam
bentuk lisan, tulisan, maupun isyarat, bahkan dengan perbuatan. Wakaf
dinyatakan sah jika telah ada pernyataan ijab dari wakif dan kabul dari
maukuf alaihi. Shigat dengan isyarat hanya diperuntukkan bagi orang yang
tidak dapat lisan dan tulisan.
b) Syarat wakaf.
z Wakaf berlaku selamanya, tidak dibatasi oleh waktu
tertentu. Jika ada yang mewakafkan kebun untuk jangka waktu sepuluh tahun maka
dipandang batal.
z Tujuan wakaf harus jelas, misalnya : mewakafkan
sebidang tanah untuk masjid. Jika, tujuan tidak disebutkan, maka masih
dipandang sah sebab penggunaan harta wakaf merupakan wewenang lembaga hukum
yang menerima harta wakaf.
z Wakaf harus segera dilaksanakan setelah ada ijab dari
yang mewakafkan.
z Wakaf merupakan perkara yang wajib dilaksanakan tanpa
adanya khiyar (membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah
dinyatakan) sebab pernyataan wakaf beraku seketika dan untuk selamanya.
C. Macam-macam Wakaf
1. Wakaf Dzurri (keluarga) disebut juga wakaf khusus dan ahli ialah wakaf yang
ditujukan untuk orang-orang tertentu baik keluarga wakif atau orang
lain. Wakaf ini sah dan yang berhak untuk menikmati benda wakaf itu adalah
orang-oorang tertentu saja.
2. Wakaf Khairi yaitu wakaf yang ditujukan untuk kepentingan umum tidak
dikhususkan kepdada orang-orang tertentu. wakaf khairi inilah wakaf yang
hakiki yang dinyatakan pahalanya akan terus mengalir hingga wakif itu
meninggal dengan catatan benda itu masih dapat diambil manfaatnya.
D. Menukar dan Menjual Harta Wakaf
Menurut Ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip oleh Sayyid
Sabiq, berkata “mengganti sesuatu yang diwakafkan dengan yang lebih baik
terbagi menjadi dua”. Yaitu :
1) Menukar atau mengganti karena kebutuhan, misalnya :
karena macet atau tidak layak lagi untuk difungsika. Maka benda itu dijual dan
harganya digunakan membeli sesuatu yang dapat menggantikannya, seperti kuda
yang diwakafkan untuk perang dan sekarang tidak mungkin lagi digunakan, maka
dijual dan harganya digunakan untuk membeli sesuatu yang dapat menggantikan
posisinya.
2) Mengganti atau menukar karena kepentingan yang lebih
kuat, misalnya : di suatu kampung dibangun sebuah masjid sebagai pengganti
masjid sebagai pengganti masjid lama yang telah rusak dan letaknya tidak
strategis. Kemudian, masjid lama itu dijual maka hukumnya boleh menurut Ahmad.
Akan tetapi, terdapat sahabat yang melarang menggantikan masjid
atau tanah yang diwakafkan. Ini merupakan pendapat Asy-Syafi’i dan juga Malik.
Mereka beralasan kepada hadis yang diriwayatkan oleh Umar :
لايبا
ع ولا يو هب ولا يورث
Artinya
: “tanah wakaf itu tidak boleh dijual, tidak boleh dihibahkan, dan tidak
boleh diwariskan”.
0 komentar:
Posting Komentar