A. Pengertian Fiqh Muamalah
Kata Muamalat المعا ملا ت yang kata
tunggalnya muamalah المعا ملا
ت yang
berkar pada kata عا مل secara
arti kata mengandung arti “saling berbuat” atau berbuat secara timbal balik.
Lebih sederhana lagi berarti “hubungan antara orang dan orang”. Muamalah secara
etimologi sama dan semakna dengan al-mufa’alah المفا علة yaitu saling berbuat. Kata ini menggambarkan
suatu aktifitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang atau beberapa
orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Atau muamalah secara etimologi
itu artinya saling bertindak, atau saling mengamalkan.
Secara terminologi, muamalah
dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu pengertian muamalah dalam arti luas dan
pengertian muamalah dalam arti sempit.
Pengertian muamalah dalam arti
luas yaitu “ yaitu menghasilkan duniawi supaya menjadi sebab suksesnya
masalah ukhrawy.
Menurut Muhammad Yusuf Musa yang
dikutip Abdul Majdid : “muamalah adalah peraturan-peraturan Allah yang harus
diikuti dan ditaati dalam bermasyarakat untuk menjaga kepentingan manusia.
Muamalah adalah segala peraturan
yang diciptakan Allah untuk mengatur hubungan manusia dengan manusia dalam
hidup dan kehidupan.
Jadi, pengertian muamalah dalam
arti luas yaitu aturan-aturan (hukum-hukum) Allah untuk mengatur manusia dalam
kaitannya denagan urusan duniawi dalam pergaulan sosial.
Adapun pengertian muamalah dalam
arti sempit (khas), didefinisikan oleh para ulama sebagai berikut :
Menurut Hudhari banyak yang
dikutip oleh Hendi Suhendi. “muamalah adalah semua akad yang membolehkan
manusia saling menukar manfaatnya”.
Menurut Rasyid Ridho,
“muamalah adalah tukar menukar barang atau sesuatu yang bermanfaat dengan
cara-cara yang telah ditentukan”.
Dari definisi di atas dapat difahami
bahwa pengertian muamalah dalam arti sempit yang semua akad membolehkan manusia
saling menukar manfaatnya dengan cara-cara dan aturan-aturan yang telah
ditentukan Allah dan manusia wajib mentati-Nya.
Adapun pengertian fiqh muamalah,
sebagaimana dikemukakan oleh Abdullah al-Sattar Fathullah Sa’id yan dikutip
oleh Nasrun Haroen yaitu “hukum-hukum yang berkaitan dengan tindakan manusia
dalam persoalan-persoalan kedunianaan, misalnya dalam persoalan jual beli,
utang piutang, kerja sama dagang, perserikatan, kerjasama dalam penggarapan tanah,
dan sewa menyewa.
Manusia dalam definisi di atas
maksudnya ialah seseorang yang telah mukallaf, yang telah dikenai beban taklif,
yaitu yang telah berakal, baligh dan cerdas.
B. Ruang Lingkup Fikih Muamalah
Ruang lingkup fiqh muamalah
terbagi dua, yaitu ruang lingkup muamalah madiyah dan adabiyah.
Ø
Ruang lingkup pembahasan muamalah madiyah
ialah maslah jual beli (al-ba’i / al-ijarah), gadai (al-rahn),
jaminan dan tanggungan (kafalah dan dhaman), pemindahan utang (al-hiwalah),
jatuh bangkrut (taflis), batasan bertindak (al-hajru), perseroan
atau perkongsian (al-syirkah), perseroan harta dan tenaga (al-mudharabahah),
sewa-menyewa (al-ijarah), pemberian hak guna pakai (al-‘ariyah),
barang titipan (al-wadhi’ah), barang temuan (al-luqathah),
garapan tanah (al-mukhabarah), upah (ujrah al-‘amal), gugatan (al-syuf’ah),
sayembara (al-ji’alah), pembagian kekayaan bersama (al-qismah),
pemberian (al-hibah), pembebasan (al-ibra’), damai (al-shulhu),
dan ditambah denagan beberapa masalah kontemporer (al-mu’ashirah/al-muditsah),
seperti masalah bunga bank, asuransi kredit, dan masalah-masalah baru lainnya.
Ø
Ruang lingkup masalah fiqh muamalah yang
bersifat adabiyah ialah ijab qobul, saling meridhoi, tidak ada
keterpaksaan dari salah satu pihak, hak dan kewajiban, kejujuran pedagang,
penipuan, pemalsuan, penimbunan, dan segala sesuatu yang bersumber dari indra
manusia yang ada kaitannnya denagn peredaran harta dalam hidup bermasyarakat.
C. Pembagian Fikih Muamalah
Menurut Ibn Abidin yang dikutip
oleh Hendi Suhendi, fiqh muamalah terbagi menjadi lima bagian, yaitu :
1. Mu’awadhah Maliyah (hukum kebendaan).
2. Munakahat (hukum perkawinan)
3. Mukhashamat (hukum acara)
4. Amanat dan Ariyah (pinjaman)
5. Tirkah (harta peninggalan)
Pendapat al-Fikri yang dikutip oleh Hendi Suhendi
menyatakan bahwa muamalah dibagi menjadi dua yaitu :
ü
Al-muamalah al-madaniyah, yaitu muamalah yang mengkaji
objeknya, sehingga sebagaian ulama berpendapat bahwa muamalah al-madiyah ialah
muamalah bersifat kebendaan karena objek fiqh muamalah adalah benda yang
halal, haram, dan sybhat untuk diperjualbelikan, benda-benda yang memudaratkan,
dan mendatangkan kemaslahatan bagi manusia serta segi-segi yang lainnya.
ü
Al-muamalah al-adabiyah, yaitu muamalah yang ditinjau
dari segi cara tukar-menukar benda yang bersumber dari pancaindra manusia, yang
unsur penegaknya adalah hak-hak dan kewajiban, misalnya : jujur, hasud, dengki,
dan dendam.
Pembagian muamalah di atas dilakukan atas dasar
kepentingan teorirtis semata, sebab dalam praktiknya kedua bagian muamalah
tersebut tidak dapt dipisah-pisahkan.
D. Fiqh muamalah dan hukum perdata
Muamalah dalam arti luas
mencakup masalah al-ahwal al-syakhsyyiyah, yakni hukum keluarga yang
mengatur hubungan suami, istri, anak, dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi
munakahat, mawaris, wasiat, dan wakaf.
Muamalah dalam arti sempit
membahas masalah jual beli, gadai, sewa-menyewa, pinjam-meminjam, dan hiwalah
(pemindahan utang). Hukum perdata di Indonesia ada dua : 1. Hukum perdata
dalam arti luas. 2. Hukum perdata dalam arti terbatas.
Hukum
perdata dalam arti terbatas ialah hukum privat : hukum yang mengatur
hubung-hubungan hukum antara para warga hukum (manusia-manusia pribadi dan
badan hukum). Terdiri atas hukum perdata, dagang, bukti, dan kadalwarsa (lewat
waktu).
Samakah bidang fiqh
muamalah dengan hukum perdata dalam sistematika dan sumber hukum ?
Secara singkat, dapat dikatakan
bahwa bidang-bidang hukum perdata dalam hukum islam terdapat dalam al-ahwal
al-syakhshiyyah, muamalah, dan qadha. Oleh karena itu, tidaklah
tepat mempersamakan bidanh fiqh muamalah dengan hukum perdata. Bahkan
ada sebagaian hukum perdata oleh para ulama dibahas dalam bidang Ushul Fiqh,
seperti tentang subjek hukum atau orang mukalaf.
Di samping itu, sumber hukum fiqh
muamalah berbeda sekali dengan sumber hukum perdata. Juga sistematika fiqh
muamalah dan hukum perdata terdapat perbedaan-perbedaan. Sistemtika hukum
perdata mengatur orang pribadi, sedangkan hukum orang pribadi tidak dijelaskan
dalam fiqh muamalah, tetapi dijelaskan dalam Ushul Fiqh.
E. Hubungan Fiqh Muamalah dengan
Fiqh Lain
Para ulama fiqh telah
mencoba mengadakan pembidangan ilmu fiqh, namun di antara mereka terjadi
perbedaan pendapat dalam pembidangannya. Di sini hanya akan dikemukakan pendapat yang membaginya menjadi dua bagian
besar, yaitu :
¶
Ibadah, yakni segala perbuatan yang
dikerjakan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, seperti : shalat, puasa,
zakat, haji, dan jihad.
¶
Muamalah, yakni segala persoalan yang
berkaitan dengan urusan-urusan dunia dengan Undang-Undang.
Menurut Ibn Abidin yang dikutip
oleh Hasbi Ash Shiddieqy, pembagian fiqh dalam garis besarnya terbagi tiga,
yaitu :
Ø
Ibadah, bagian ini melengkapi lima
persoalan pokok yaitu : shalat, zakat, puasa, haji, dan jihad.
Ø
Muamalah, bagian ini terdiri dari : mu’awadhah
maliyah, munakahat, mukhashamat,dan tirkah (harta peningglan)
Ø
‘Uqubat, bagian ini terdiri dari : qishash,
had pencurian, had zina, had menuduh zina, takzir, tindakan terhadap
pemberontak, dan pembegal.
Ada juga yang membaginya menjadi
empat bagian, yaitu :
- Ibadah - Munakahat
- Muamalah -
‘Uqubat
Di antara Pembagian di atas, pembagian pertama lebih
banyak disepakati oleh para ulama. Hanya, maksud dari Muamalah di atas ialah
Muamalah dalam arti luas, yang mencakup bidang-bidang fiqh lainnya.
Dengan demikian, muamalah dalam arti luas merupakan bagian dari fiqh secara umum. Adapun fiqh muamalah dalam arti sempit
merupakan bagian dari fiqh muamalah dalam arti luas yang setara dengan
bidang fiqh di bawah cakupan arti fiqh secara luas.
0 komentar:
Posting Komentar