1. Pengertian Khiyar.
Kata al-khiyar dalam bahasa Arab berati
pilihan. Pembahasan al-Khiyar dikemukakan oleh ulama fiqh dalam
permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata yang khususnya transkasi
ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi
(akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi dimaksud.
Secara terminologi, para ulama fiqh telah
mendifinisikan al-Khiyar, antara lain menurut M. Abdul Mujieb
mendifinisikan : “al-Khiyar ialah hak memilih atau menentukan pilihan
antara dua hal bagi pembeli dan penjual, apakah akad jual beli akan diteruskan
atau dibatalkan”.
Dan menurut Sayyid Sabiq khiyar :
الخيار هو طلب خير الأمرمن الامضاا ء أوالالغاء
Artinya :
“ Khiyar ialah mencari kebaikan dari dua perkara,
melangsungkan ataua membatalkan (jual beli)”.
Hak Khiyar ditetapkan syariat islam bagi
orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam
transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu
transaksi tercapai dengan sebik-baiknya. Dengan kata lain, diadakannya khiyar
oleh syara’ agar kedua belah pihak dapat memikirkan lebih jauh
kemaslahatan masing-masing dari akad jual-belinya, supaya tidak menyesal di
kemudian hari, dan tidak merasa tertipu.
Jadi, hak khiyar itu ditetapkan dalam islam
untuk menjamin kerelaan dan kepuasan timbal balik pihak-pihak yang melakukan
jual-beli. Dari satu segi memang khiyar (opsi) ini tidak praktis karena
mengandung arti ketidakpastian suatu transaksi, khiyar ini yaitu jalan
terbaik.
2. Hukum Khiyar dalam Jual Beli.
Hak Khiyar (memilih) dalam jual beli, menurut
Islam dibolehkan, apakah akan meneruskan jual beli atau membatalkannya,
tergantung keadaan (kondisi) barang yang diperjual belikan.
Menurut Abdurrahman
al-Jaziri, status Khiyar dalam pandangan ulama fiqh adalah
disyariatkan atau dibolehkan, karena suatu keperluan yang mendesak dalam
mempertimbangkan kemaslahatan masing-masing pihak yang melakukan transaksi.
Di abad modern ini yang serba canggih, di mana sistem
jual beli semakin mudah dan praktis, masalah khiyar ini tetap
diperlukan, hanya tidak menggunakan kata-kata Khiyar dalam mempromosikan
barang-barang yang dijualnya, tetapi dengan ungkapan singkat dan menarik, misalnya : “ Teliti
sebelum membeli “. Ini berarti bahwa pembeli diberi hak khiyar (memilih)
dengan hati-hati dan cermat dalam menjatuhkan pilihannya untuk membeli,
sehingga ia merasa puas terhadap barang yang benar-benar ia inginkan.
3. Macam-macam Khiyar.
Khiyar itu ada yang bersumber dari syara’, seperti khiyar
Majlis, Aib, dan Ru’yah. Selain itu, ada juga khiyar yang
bersumber dari kedua belah pihak yang berakad, seperti Khiyar Syarat dan
Ta’yin. Berikut ini dikemukakan pengertian masing-masing khiyar tersebut
:
1) Khiyar majlis, yaitu hak pilih dari kedua belah pihak yang berakad
untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad
(diruang toko) dan belum berpisah badan. Artinya, transaksi baru dianggap sah
apabila kedua belah pihak yang melaksanakan akad telah berpisah badan, atau
salah seorang diantara mereka telah melakukan pilihanuntuk menjual dan /
membeli. Khiyar ini hanya berlaku dalam transaksiyang bersifat mengikat
kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa
menyewa.
Syariat
mencarikan jalan baginya untukia dapat memperoleh hak yang mugkin hilang dengan
tergesa-gesaan tadi. Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari Hakim dan Hazam bahwa
Rasulullah SAW bersabda :
‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’arab,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Artinya :
“
Dua orang yang melakukan jual beli boleh meakukan khiyar selam belum berpisah.
Jika keduannya benar dan jelas maka keduanya diberkahi dalam jual beli mereka.
Jika mereka menyembunyikan dan berdusta, maka akan dimusnahkan keberkahan jual
beli mereka “. (HR. Buhari dan Muslim).
Artinya,
bagi tiap-tiap pihak dari kedua belah pihak in mempunyai hak antara melanjutkan
atau membatalkan selama keduanya belum berpisah secar fisik. Dalam kaitan
pengertian berpisah dinilai sesuai dengan situasi dan kondisinya. Di
rumah yang kecil , dihitung sejak salah seorang keluar. Di rumah besar, sejak
berpindahnya salah seorang dari tempat dududk kira-kira dua atau tiga langkah.
Jika keduanya bangkit dan pergi bersama-sama maka pengertian berpisah belum
ada.
2) Khiyar ‘aib, yaitu hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual
beli bagi kedua belah pihak yang berakad apabila terdapat suatu cacat pada
objek yang diperjualbelikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika
akad berlangsung. Misalnya, seseorang membeli telur 1kg, kemudian satu butir di
antaranya telah busuk, atau ketika telur dipecahkan telah menjadianak ayam. Hal
ini sebelumnya tidak diketahui oleh pembeli. Dalam kasus seperti ini, menurut
para pakar fiqh, ditetapkan hak khiyar
bagi pembeli.
Jadi,
dalam khiyar aib itu apabila terdapat bukti cacat pada barang yang
dibelinya, pembeli dapat mengembalikan barang tersebut dengan meminta ganti
arang yang baik, atau kembali barang atau uang. Dasar hukum khiyar aib,
di antaranya sabda Raslullah SAW :
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,arab..................................
Artinya :
“
Sesama muslim itu bersaudara, tidak halal bagi seorang musim menjual barangnya
kepada muslim lain, padahal barang itu terdapat aib/cacat “. (HR. Ibnu Majah
dan dari Uqbah bin Amir).
3) Khiyar ru’yah, yaitu khiyar (hak pilih) bagi pembeli untuk
menyatakan berlaku atau batal jual beli bagi yang ia lakukan terhadap suatu
objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.
Jumhur
ulama fiqh yang terdiri dari Ulama Hanafiyah, Malikiyah, Hanabilah, dan
Zahiriyah menyatakan bahwa khiyar ru’yah disyari’atkan dalam Islam
berdasarkan sabda Rasulullah SAW yang menyatakan :
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,arab,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,
Artinya :
“
Siapa yang membeli sesuatu yang belum ia lihat ia berhak khiyar apabila telah
melihat barang itu “’. (HR. Dar al-Quthani dari Abu Hurairah).
Akad
seperti ini, menurut mereka, boleh terjadi disebabkan objek yang akan dibeli
itu tidak ada di tempat berlangsungnya akad, atau karena sulit dilihat seperti
ikan kaleng (sardencis). Khiyar ru’yah, menurut mereka, mulai berlaku
sejak pembeli melihat barang yang akan ia beli.
4) Khiyar syarat, yaitu khiyar (hak pilih) yang dijadikan syarat
oleh keduanya (pembeli dan penjual), atau salah seorang dari keduanya sewaktu
terjadi akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya itu, agar
dipertimbangkan setelah sekian hari. Lama syarat yang diminta paling
lama tiga hari. Misalnya : seseorang berkata, Saya menjual mobil ini dengan
harga seratus juta rupiah (Rp. 100. 000. 000, -) dengan syarat boleh memilih
selama tiga hari. Dalam kaitan ini Rasulullah SAW bersabda :
.........................arab..................................................
Artinya :
“
Kamu bleh khiyar (memilih) pada setiap benda yang elah dibeli selama tiga hari
tiga malam “. (HR. Baihaqi).
Hadis dari Ibnu Umar, Rasulullah SAW. Bersabda :
,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,arab...................................
Artinya :
“ Setiap dua orang yang melakukan jual beli,
belum dinyatakan
sah jual beli itu sebelum mereka berpisah, kecuali jual beli khiyar “.
Artinya,
jual beli dapat dilangsungkan dan dinyatakan sah bila mereka berdua telah
berpisah, kecuali bila disyaratkan oleh salah satu kedua belah pihak,
atau kedua-duanya adanya syarat dalam masa tertentu.
5) Khiyar ta’yin, yaitu hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang
yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh, pembelian keramik : ada yang
berkualitas super (KW1) dan sedang (KW2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui
secara pasti mana keramik yang super dan berkualitas sedang. Untuk menentukan
pilihan itu ia memerlukan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini,
menurut ulama Hanafiyah yaitu boleh, dengan alasan bahwa produk sejenis
yang berbeda kualitas sangat banyak, yang kualitas itu tidak diketahui secara
pasti oleh pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli
tidak tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar
ta’yin diperbolehkan.
Akan
tetapi, Jumhur Ulama fiqh tidak menerima keabsahan khiyar ta’yin yang
dikemukakan oleh oleh Ulama Hanafiyah ini. Alasan mereka, dalam akad jual beli
ada ketentuan bahwa barang yang diperdagangkan (al-sil’ah) harus jelas
baik kualitasnya, maupun kuantitasnya. Dalam persoalan khiyar ta’yin, menurut
mereka, kelihatan bahwa identitas barang yang aan dibeli belum jelas. Ole
karena itu, ia termasuk ke dalam jual beli al-a’dun (tidak jelas
identitasnya) yang dilarang syara’.
4. Hikmah Khiyar.
Diantara hikmah khiyar sebagai berikut :
I.
Khiyar dapat mebuat akad jual beli berlangsung menurut prinsip-prinsip
Islam, yaitu suka sama suka antara penjual dan pembeli.
II.
Mendidik masyarakat agar berhati-hati dlam melakukan akad
jual beli, sehingga pembeli mendapatkan barang dagangan yang baik atau benar-benar
disukainya.
III.
Penjual tidak semena-mena menjual barangnya kepada pembeli, dan
mendidiknya agar bersikap jujur dalam menjelaskan keadaan barangnya.
IV.
Terhindar dari unsur-unsur penipuan, baik dari pihak penjual
maupun pembeli, karena ada kehati-hatian dalam proses jual beli.
V.
Khiyar dapat memlihara hubungan baik dan terjalin cinta kasih
antar sesama. Adapun ketidak jujuran atau kecurangan pada akhirnya akan
berakibat dengan penyesalan di salah satu pihak biaana dapat mengarah kepada
kemarahan, kedengkian, dendam, dan akibat buruk lainnya.
SUMBER
:
Huda,
Qomarul. “Fiqh Muamalah” (Yogjakarta : Teras, 2011),
Sabiq,
Sayyid. “Fiqh as-Sunnah” (Semarang : Toha Putra,) Juz. 3,
0 komentar:
Posting Komentar