ASURANSI
A.
PENGERTIAN
Asuransi adalah istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan,
sistem, atau bisnis dimana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara
finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan dan lain sebagainya mendapatkan
penggantian dari kejadian-kejadian yang tidak dapat diduga yang dapat terjadi
seperti kematian, kehilangan, kerusakan atau sakit, dimana melibatkan
pembayaran premi secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis
yang menjamin perlindungan tersebut.
1.
Macam-Macam Asuransi
a.
Asuransi bisnis
b.
Asuransi kolektif
c.
Asuransi sosial
d.
Asuransi bahaya
e.
Asuransi jiwa
f.
Asuransi jaminan
B.
HUKUM ASURANSI
1.
Asuransi
Sosial, diperbolehkan dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
·
Asuransi sosial tidak termasuk akad mu'awadlah,
tetapi merupakan syirkah ta'awuniyah.
·
Diselenggarakan oleh Pemerintah. Sehingga kalau
ada ruginya ditanggung oleh Pemerintah, dan kalau ada untungnya dikembalikan
untuk kepentingan masyarakat.
2.
Asuransi
kerugian, diperbolehkan dengan syarat apabila memenuhi ketentuan- ketentuan sebagai berikut :
·
Apabila asuransi kerugian tersebut merupakan
persyaratan bagi obyek-obyek yang menjadi agunan bank.
·
Apabila asuransi kerugian tersebut tidak dapat
dihindari, karena terkait oleh ketentuan-ketentuan Pemerintah, seperti asuransi
untuk barang-barang yang di impor dan diekspor.
3.
Asuransi jiwa
hukumnya haram kecuali apabila memenuhi ketentuan sebagai berikut:
·
Apabila
asuransi jiwa tersebut mengandung unsur saving (tabungan).
·
Pada
waktu menyerahkan uang premi, pihak tertanggung beniat untuk menabung untungnya
pada pihak penanggung (perusahaan asuransi).
·
Pihak
penanggung bemiat menyimpan uang tabungan milik pihak tertanggung dengan
cara-cara yang dibenarkan/dihalalkan oleh syariat agama Islam.
·
Apabila
sebelum jatuh tempo yang telah disepakati bersama antara pihak tertanggung dan
pihak menanggung seperti yang telah disebutkan dalam polis (surat perjanjian).
ternyata pihak penanggung sangat memerlukan (keperluan yang bersifat darurat)
uang tabungannva, maka pihak tertanggung dapat mengambil atau mcnarik kemballi
sejumlah uang simpanannya dari pihak penanggung dan pihak penanggung
berkewajiban menyerahkan sejumlah uang tersebut kepadanya.
·
Apabila
pada suatu ketika pihak tertanggung terpaksa tidak dapat membayar uang premi,
maka :
1.
Uang premi tersebut menjadi hutang yang dapat
diangsur oleh pihak tertanggung pada waktu-waktu pembayaran uang premi
berikutnya.
2.
Hubungan antara pihak tertanggung dan pihak
penanggung dinyatakan tidak putus.
3.
Uang tabungan milik pihak tertanggung tidak
dinyatakan hangus oleh pihak penanggung.
4.
Apabila sebelum jatuh tempo pihak tertanggung
meninggal dunia, maka ahli warisnya berhak untuk mengambil sejumlah uang
simpanannya, sedang pihak penanggung berkewajiban mengembalikan sejumlah uang
tersebut.
·
Para musyawirin mendukung dan menyetujui berdirinya
asuransi secara Islam.
·
Sebelum
tercapainya cita-cita terwajudnya Asuransi Islam hendaknya sistem perasuransian
yang ada sekarang ini diperbaiki dengan menghilangkan unsur-unsur yang
terlarang, sehingga tidak bertentangan dengan tuntunan ajaran Islam.
C.
MANFAAT
ASURANSI
1.
Rasa aman dan perlindungan
2.
Asuransi dapat dijadikan sebagai tabungan dan
sumber pendapatan.
3.
Polis asuransi dapat dijadikan jaminan untuk
mendapatkan kredit.
4.
Pendistribusian dan manfaat.
D.
PANDANGAN ULAMA
TERHADAP ASURANSI
Hampir semua
ulama sepakat mengenai pentingnya asuransi dalam kehidupan sosial. Namun mereka
berbeda pandangan ketika berbicara mengenai hukum dari Asuransi, dilihatdari
sudut fiqh Islam.
Secara umum, pandangan ulama terhadap asuransi terwakili dalam tiga golongan
pendapat:
1.
Golongan pendapat yang menghalalkan asuransi
Diantara ulama yang menghalalkan asuransi adalah :
Syekh Abdul Wahab Khalaf, Musthafa Ahmad Zarqa, Muhammad Yusuf Musa,
Abdurrahman Isa, Bahjat Ahmad Hilmi dsb. Diantara alasan pendapat yang
menghalalkan asuransi adalah
a.
Tidak
adanya nash Qur’an maupun hadits yang melarang.
b.
Peserta
asuransi dan perusahaan sama-sama rela dan ridha.
c.
Tidak
merugikan salah satu atau kedua belah pihak.
d.
Asuransi
bahkan memberikan keuntungan kedua pihak.
e.
Asuransi
termasuk akad mudharabah, peserta sebagai shahibul mal dan perusahaan asuransi
sebagai mudharibnya.
f.
Usaha
asuransi sangat menguntungkan kemaslahatan umum.
2.
Golongan pendapat yang mengharamkan asuransi
Diantara ulama yang mengharamkan asuransi adalah Syekh Ahmad
Ibrahim, Sayid Sabiq, Muhammad Abu Zahrah, Abdullah Al-Qalqili, Syekh Muhammad
Bakhit Al-Mu’thi’i, dsb.
Diantara alasan pendapat yang mengharamkan asuransi adalah:
a.
Asuransi
mengandung unsur perjudian (maisir/ qimar)
b.
Asuransi
mengandung unusr ketidak jelasan dan ketidak pastian (gharar).
c.
Asuransi mengandung unsur riba.
c.
Potensi
terjadi dzulm bagi nasabah yang tidak bisa melanjutkan pembayaran premi, yaitu berupa hilang atau hangusnya premi
yang telah dibayarkannya.
d.
Asuransi
termasuk akad sharf, yaitu terjadinya tukar menukar uang.
3.
Golongan pendapat yang memperbolehkan asuransi dengan syarat-syarat
dan catatan-catatan tertentu
Pendapat yang paling mu’tadil dalam masalah asuransi adalah
pendapat yang ketiga, yaitu diperbolehkannya asuransi dengan syarat-syarat
tertentu. Alasannya adalah :
a.
Dalam
muamalah hukum asalnya adalah boleh (ibahah), selama tidak ada nash yang
malarangnya.
b. Asuransi sudah menjadi dharurah ijtima’iyah, khususnya di
negera-negera maju.
Diantara syarat-syarat diperbolehkannya asuransi :
c. Menghilangkan unsur-unsur yang diharamkan yang terdapat dalam asuransi,
yaitu gharar, riba dan maisir.
d. Merubah sistem asuransi yang bersifat jual-beli (tabaduli) menjadi
sistem yang bersifat tolong menolong (ta’awuni), di mana peserta asuransi
saling tolong menolong terhadap peserta lain yang tertimpa musibah.
e. Konsekuensinya adalah
menjadikan premi yang dibayarkan peserta sebagiannya dijadikan tabarru’,
(hibah/ derma) yang dikelola dalam satu fund khusus, yang peruntukannya khusus
untuk memberikan manfaat asuransi.
f. Pengelolaan dana atau investasinya haruslah pada proyek-proyek yang
sesuai dengan syariah.
Sedangkan pendapat lain, menyatakan:
Dalam mengkaji
masalah asuransi konvensional, para ulama melihat didalamnya ada empat hal yang
menjadi pangkalan perselisihan, ketiga hal tersebut adalah:
a.
Adanya unsur ketidak pastian (gharar)
Dalam asuransi
konvensional perjajian asuransi jiwa termasuk akad pertukaran (tabadduli),
yaitu pertukaran pembayaran premi de gan uang pertanggungan. Dalam hal ini
unsur ghararnya terlihat bahwa nasabuah mengetahui secara pasti besarnya jumlah
seluruh premi yang akan dibayar.
b.
Adanya
unsur untung-untungan (gambling), semacam perjudian (maisir)
Dalam asuransi
konvensional ada pihak yang mendapatkan keuntungan dan sebagian ada yang
mengalami kerugian.
c.
Adanya unsur riba
Dalam ansuransi
konvesional dana yang dikumpulkan dari para nasabah akan ditanamkan di berbagi
usaha dengan sistem bunga, seperti didepositkan di bagi bank dengan sistem
bunga, dalam bentuk SBI (Sertifikat Bank Indonesia) dan sebagainya.
d.
Unsur Komersial.
Dalam asuransi
konvensional penanam modal bertujuan untuk mendapatkan keuntungan
sebesar-besarnya, seperti halnya menanamkan modalnya di banding komersial
lainnya semacam PT, Firma, CV dan sebagainya.
Tujuan
asuransi ini sangatlah mulai karena keinginan untuk saling tolong menolong
kedalam kebaikan. Namun persoalan yang dipertikaikan lebih lanjut oleh para
ulama bagaimana instrumen yang akan mewujudkan niat baik dari asuransi
tersebut, baik itu bentuk akad yang melandasinya. Sistem pengelolaan dana,
bentuk majemen dan lain sebagainya.
Dari
permasalah instrumen pendukung inilah, para ulama terpola kepada dua kelompok
besar. Pertama kelompok yang mengharamkan asuransri syariah karena bebetapa
hal, diantaraanya:
·
Ibnu abidin dari kalangan mazhab Hnafiah yang
berpendapat bahwa asuransi haram karena uang setoran peserta (primer) tersebut
adalah iltizam maa lam yalzam (mewajibkan sesuatu yang tidak lazim/wajib).
·
Muhammad Bakhit al-Muth’I (bekas mufti Mesir)
mengatkan bahwa akad asuransi yang menjamin atas hartan benda pada hakikatnya
termasuk dalam kafalah atau ta’addi/itilaf.
·
Muhammad Al-Gazali mengatakan bahwa asuransi
haram karena mengandung riba. Beliau melihat riba tersebut misalnya dalam
pengelolaan dana asuransi dan pengambilan premi yang disertai bunga ketika
waktu perjanjian telah habis.
E.
ASURANSI DALAM
SISTEM ISLAM
Dalam
perjalanan kehidupan manusia segala kemungkinan bisa saja terjadi. Tidak
seorangpun dapat memastikan segala gerak gerik dalam kehidupannya seperti yang
diinginkannya. Karena itu, dalam interaksi kehidupan kita, Allah SWT telah
menyuruh kita untuk saling tolong menolong diantara sesama. Konsep tolong
menolong ini bisa diwujudkan dengan saling tanggung menanggung risiko diantara
sesama sehingga antara satu dengan yang lain menjadi penanggung atas risiko masing-masing.
Di jelaskan
oleh Muhammad Nejatullah Shiddiqi bahwa asuransi merupakan suatu kebutuhan
dasar bagi manusia karena kecelakaan dan konsekuensi finansialnya memerlukan
santunan. Asuransi merupakan organisasi penyantun masalah-masalah yang
universal, seperti kematian mendadak, cacat, penyakit pengangguran, kebakaran,
banjir, badai, dan kecelakaan- kecelakaan yang bersangkutan dengan transportasi
serta kerugianfinansial yang disebabkannya. Kecelakaan-kecelakaan seperti
diatas tidak hanya bergantung pada tindakan para sukarelawan, kenyataan ini
menuntut asuransi untuk diperlakukan sebagai kebutuhan dasar manusia pada ruang
lingkup yang sangat luas dari kegiatan-kegiatan dan situasi manusia.
0 komentar:
Posting Komentar