WAKAF
A.
PENGERTIAN
Wakaf Dalam ajaran Islam, wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah
yang dilakukan oleh seorang muslim sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada
sang pencipta, Allah SWT. wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya,
dapat diambil manfaatnya, dan dipergunakan pada jalan kebaikan.
B.
RUKUN
DAN SYARAT WAKAF
1.
Rukun wakaf
a.
orang yang berwakaf (al-waqif).
b.
Benda yang diwakafkan (al-mauquf).
c.
Brang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf
‘alaihi).
d.
Lafadz atau ikrar wakaf (sighat).
2.
Syarat wakaf
a.
Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif)
Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah
memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu
kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak
sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia
mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara
hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah
ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
b.
Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf)
Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia
memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang
diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu
mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya
(majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang
diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta
itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau
disebut juga dengan istilah (ghaira shai').
c.
Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf
(al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada
dua macam, pertama tertentu (mu'ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu'ayyan).
Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu,
apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak
boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak
ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir,
miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu
ini (al-mawquf mu'ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki
harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang
memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba
sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan
dengan ghaira mu'ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu
mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat
mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan
Islam saja.
d.
Syarat-syarat
Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama,
ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta'bid).
Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu
dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan
kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu
tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas
dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah
sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah
kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf
secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.
C.
MACAM-MAAM
WAKAF
1.
Wakaf Ahli
Yaitu Wakaf yang ditunjukkan kepada orang-orang
tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan.
2.
Wakaf Khairi
Yaitu, Wakaf yang secara tegas untuk
kepentingan keagaman atau kemasyarakatan (kebajikan umum), seperti wakaf yang
diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit,
panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.
D.
PENGAWASAN
HARTA WAKAF
Pengawasan terhadap harta benda wakaf dilakukan oleh unit-unit
organisasi Departemen Agama secara hirarkis sebagaimana diatur dalam Keputusan
Menteri Agama tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, yang
tertuang pada Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 pasal 14. Untuk itu,
agar pengawasan harta benda wakaf ini lebih bisa dipertanggungjawabkan, maka
nadzir sebagai sebuah lembaga publik harus memiliki :
1.
Sistem
akuntansi dan menejemen keuangan.
Nadzir sebagai lembaga masyarakat dan ditugasi untuk mengelola benda wakaf,
terutama benda wakaf produktif perlu memiliki menejemen dan akuntansi yang
sistematis. Sistem tersebut dimaksudkan agar pengawasan kegiatan dan keuangan
dapat dilakukan secara efektif dan akurat.
2.
Sistem
audit yang transparan.
Nadzir dapat di audit secara internal oleh Depatemen Agama maupun eksternal
oleh akuntan publik atau lembaga audit yang independen. Sasaran audit meliputi
aspek kegiatan, keuangan, kinerja, peraturan-peraturan, tata kerja dan
prisip-prinsip ajaran Islam.
Selain pengawasan yang bersifat umum berupa payung hukum yang memberikan
ancaman terhadap pihak yang melakukan penyelewengan dan atau sengketa berkaitan
dengan pengelolaan harta wakaf, upaya pengawasan benda wakaf dapat langsung
dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat. Sebagaimana terlampir dalam
pasal 21 bagian ketiga RUU Wakaf. Peran pemerintah yang memiliki akses
birokrasi yang sangat luas dan otoritas dalam melindungi eksistensi dan
pengembangan wakaf secara umum. Demikian juga masyarakat sebagai pihak yang
berkepentingan langsung terhadap pemanfaatan benda wakaf dapat mengawasi secara
langsung terhadap jalannya pengelolaan wakaf. Tentu saja, pola pengawasan yang
bisa dilakukan oleh masyarakat bukan bersifat interventif (campur tangan
menejemen), namun memantau, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pola
pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu sendiri. Sehingga peran lembaga nadzir
lebih terbuka dalam memberikan laporan terhadap kondisi dan perkembangan harta
wakaf yang ada..
E.
PENDAPAT
ULAMA TENTANG WAKAF
Berdasarkan beberapa
dalil dan pendapat para ulama tersebut maka MUI melalui komisi fatwa
mengeluarkan fatwa tentang wakaf wang yang berisi:
1.
Wakaf wang (cash wakaf/waqf
al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang,
lembaga atau badan hukum dalam bentuk wang tunai.
2.
Termasuk ke dalam pengertian wang adalah surat-surat berharga.
3.
Wakaf wang hukumnya jawaz
(boleh).
4.
Wakaf wang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang
dibolehkan secara syar’iy.
5.
Nilai pokok wakaf wang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual,
dihibahkan, dan atau diwariskan.
Keluarnya fatwa MUI
ini, setelah terlebih dahulu mendengarkan pandangan dan pendapat rapat komisi
fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 23 Maret 2002, antara lain tentang perlunya
dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah
umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis antara lain riwayat dari Ibnu
Umar.
Selanjutnya pendapat
rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 11 May 2002 tentang rumusan
definisi wakaf, yakni: “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap
bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap
benda tersebut (misal; menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan
(hasilnya) pada sesuatu yang mubah
(tidak haram).
0 komentar:
Posting Komentar