Sabtu, 19 Mei 2012

WAKAF






WAKAF
A.    PENGERTIAN
Wakaf Dalam ajaran Islam, wakaf merupakan salah satu bentuk ibadah yang dilakukan oleh seorang muslim sebagai usaha untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, Allah SWT. wakaf adalah menahan suatu benda yang kekal zatnya, dapat diambil manfaatnya, dan dipergunakan pada jalan kebaikan.
B.     RUKUN DAN SYARAT WAKAF
1.    Rukun wakaf
a.    orang yang berwakaf (al-waqif).
b.    Benda yang diwakafkan (al-mauquf).
c.    Brang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi).
d.   Lafadz atau ikrar wakaf (sighat).
2.    Syarat wakaf
a.    Syarat-syarat orang yang berwakaf (al-waqif) Syarat-syarat al-waqif ada empat, pertama orang yang berwakaf ini mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki. Kedua dia mestilah orang yang berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk. Ketiga dia mestilah baligh. Dan keempat dia mestilah orang yang mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
b.    Syarat-syarat harta yang diwakafkan (al-mauquf) Harta yang diwakafkan itu tidak sah dipindahmilikkan, kecuali apabila ia memenuhi beberapa persyaratan yang ditentukan oleh ah; pertama barang yang diwakafkan itu mestilah barang yang berharga Kedua, harta yang diwakafkan itu mestilah diketahui kadarnya. Jadi apabila harta itu tidak diketahui jumlahnya (majhul), maka pengalihan milik pada ketika itu tidak sah. Ketiga, harta yang diwakafkan itu pasti dimiliki oleh orang yang berwakaf (wakif). Keempat, harta itu mestilah berdiri sendiri, tidak melekat kepada harta lain (mufarrazan) atau disebut juga dengan istilah (ghaira shai').
c.    Syarat-syarat orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf alaih) Dari segi klasifikasinya orang yang menerima wakaf ini ada dua macam, pertama tertentu (mu'ayyan) dan tidak tertentu (ghaira mu'ayyan). Yang dimasudkan dengan tertentu ialah, jelas orang yang menerima wakaf itu, apakah seorang, dua orang atau satu kumpulan yang semuanya tertentu dan tidak boleh dirubah. Sedangkan yang tidak tentu maksudnya tempat berwakaf itu tidak ditentukan secara terperinci, umpamanya seseorang sesorang untuk orang fakir, miskin, tempat ibadah, dll. Persyaratan bagi orang yang menerima wakaf tertentu ini (al-mawquf mu'ayyan) bahwa ia mestilah orang yang boleh untuk memiliki harta (ahlan li al-tamlik), Maka orang muslim, merdeka dan kafir zimmi yang memenuhi syarat ini boleh memiliki harta wakaf. Adapun orang bodoh, hamba sahaya, dan orang gila tidak sah menerima wakaf. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ghaira mu'ayyan; pertama ialah bahwa yang akan menerima wakaf itu mestilah dapat menjadikan wakaf itu untuk kebaikan yang dengannya dapat mendekatkan diri kepada Allah. Dan wakaf ini hanya ditujukan untuk kepentingan Islam saja.
d.   Syarat-syarat Shigah Berkaitan dengan isi ucapan (sighah) perlu ada beberapa syarat. Pertama, ucapan itu mestilah mengandungi kata-kata yang menunjukKan kekalnya (ta'bid). Tidak sah wakaf kalau ucapan dengan batas waktu tertentu. Kedua, ucapan itu dapat direalisasikan segera (tanjiz), tanpa disangkutkan atau digantungkan kepada syarat tertentu. Ketiga, ucapan itu bersifat pasti. Keempat, ucapan itu tidak diikuti oleh syarat yang membatalkan. Apabila semua persyaratan diatas dapat terpenuhi maka penguasaan atas tanah wakaf bagi penerima wakaf adalah sah. Pewakaf tidak dapat lagi menarik balik pemilikan harta itu telah berpindah kepada Allah dan penguasaan harta tersebut adalah orang yang menerima wakaf secara umum ia dianggap pemiliknya tapi bersifat ghaira tammah.

C.     MACAM-MAAM WAKAF
1.      Wakaf Ahli
Yaitu Wakaf yang ditunjukkan kepada orang-orang tertentu, seseorang atau lebih, keluarga si wakif atau bukan.
2.      Wakaf Khairi
Yaitu, Wakaf yang secara tegas untuk kepentingan keagaman atau kemasyarakatan (kebajikan umum), seperti wakaf yang diserahkan untuk keperluan pembangunan masjid, sekolah, jembatan, rumah sakit, panti asuhan anak yatim dan lain sebagainya.

D.    PENGAWASAN HARTA WAKAF
Pengawasan terhadap harta benda wakaf dilakukan oleh unit-unit organisasi Departemen Agama secara hirarkis sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Agama tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama, yang tertuang pada Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1978 pasal 14. Untuk itu, agar pengawasan harta benda wakaf ini lebih bisa dipertanggungjawabkan, maka nadzir sebagai sebuah lembaga publik harus memiliki :
1.      Sistem akuntansi dan menejemen keuangan.
Nadzir sebagai lembaga masyarakat dan ditugasi untuk mengelola benda wakaf, terutama benda wakaf produktif perlu memiliki menejemen dan akuntansi yang sistematis. Sistem tersebut dimaksudkan agar pengawasan kegiatan dan keuangan dapat dilakukan secara efektif dan akurat.
2.      Sistem audit yang transparan.
Nadzir dapat di audit secara internal oleh Depatemen Agama maupun eksternal oleh akuntan publik atau lembaga audit yang independen. Sasaran audit meliputi aspek kegiatan, keuangan, kinerja, peraturan-peraturan, tata kerja dan prisip-prinsip ajaran Islam.
Selain pengawasan yang bersifat umum berupa payung hukum yang memberikan ancaman terhadap pihak yang melakukan penyelewengan dan atau sengketa berkaitan dengan pengelolaan harta wakaf, upaya pengawasan benda wakaf dapat langsung dilakukan oleh pihak pemerintah dan masyarakat. Sebagaimana terlampir dalam pasal 21 bagian ketiga RUU Wakaf. Peran pemerintah yang memiliki akses birokrasi yang sangat luas dan otoritas dalam melindungi eksistensi dan pengembangan wakaf secara umum. Demikian juga masyarakat sebagai pihak yang berkepentingan langsung terhadap pemanfaatan benda wakaf dapat mengawasi secara langsung terhadap jalannya pengelolaan wakaf. Tentu saja, pola pengawasan yang bisa dilakukan oleh masyarakat bukan bersifat interventif (campur tangan menejemen), namun memantau, baik langsung maupun tidak langsung terhadap pola pengelolaan dan pemanfaatan wakaf itu sendiri. Sehingga peran lembaga nadzir lebih terbuka dalam memberikan laporan terhadap kondisi dan perkembangan harta wakaf yang ada..

E.     PENDAPAT ULAMA TENTANG WAKAF
Berdasarkan beberapa dalil dan pendapat para ulama tersebut maka MUI melalui komisi fatwa mengeluarkan fatwa tentang wakaf wang yang berisi:
1.      Wakaf wang (cash wakaf/waqf al-Nuqud) adalah wakaf yang dilakukan oleh seseorang, kelompok orang, lembaga atau badan hukum dalam bentuk wang tunai.
2.      Termasuk ke dalam pengertian wang adalah surat-surat berharga.
3.      Wakaf wang hukumnya jawaz (boleh).
4.      Wakaf wang hanya boleh disalurkan dan digunakan untuk hal-hal yang dibolehkan secara syar’iy.
5.      Nilai pokok wakaf wang harus dijamin kelestariannya, tidak boleh dijual, dihibahkan, dan atau diwariskan.
Keluarnya fatwa MUI ini, setelah terlebih dahulu mendengarkan pandangan dan pendapat rapat komisi fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 23 Maret 2002, antara lain tentang perlunya dilakukan peninjauan dan penyempurnaan (pengembangan) definisi wakaf yang telah umum diketahui, dengan memperhatikan maksud hadis antara lain riwayat dari Ibnu Umar.
Selanjutnya pendapat rapat Komisi Fatwa MUI pada hari Sabtu tanggal 11 May 2002 tentang rumusan definisi wakaf, yakni: “menahan harta yang dapat dimanfaatkan tanpa lenyap bendanya atau pokoknya, dengan cara tidak melakukan tindakan hukum terhadap benda tersebut (misal; menjual, memberikan, atau mewariskannya), untuk disalurkan (hasilnya) pada sesuatu yang mubah (tidak haram).

0 komentar:

Posting Komentar