Senin, 05 November 2012

MASA DISINTEGRASI BANI ABAS A. DINASTI-DINASTI YANG MEMERDEKAKAN DIRI DARI BAGDAD


Disintegrasi dalam bidang politik sebenarnya sudah di mulai di akhir zaman bani Umayah. Akan tetapi berbicara tentang politik islam dalam lintasan sejarah, akan terlihahat perbedaan anatara Pemerintahan BaniUmayah dengan Pemerintahan Bani Abas. Wilayahkekuasaan Bani Umayah, mulai dari awal berdirinya samoai masa keruntuhannya, sejajar dengan batas-batas kekuasaan islam. Kekuasaan dinasti ini tidak pernah di akui di Spanyol dan afrika utara kecuali mesir yang bersifat sebentar-bentar dan kebanyakan bersifat nominal, yang hubungannya dengan khalifah ditandai dengan pembayaran upeti.[1]
Ada kemungkinan para kholifah Abbasiyah sudah cukup puas dengan pengakuan nominal dari propinsi-propinsi tertentu, dengan pebayaran upeti-upeti itu. Alasannya, pertama mungkin para khalifah tidak cukup kuat untuk membuat mereka tunduk kepadanya,[2] kedua, penguasa Bani Abas lebih menitik beratkan pembinaan peradapan dan kebudayaan daripada politik dan enspansi.
Akibat dari kebijakan yang lebih menekankan pembinaan peradapan dan kebudayan islam dari persoalan politik, propinsi-propinsi tertentu dipinggiran mulai lepas dari genggaman penguasa Bani Abas. Menurut Watt, sebenarnya keruntuhan kekuasaan Bani Abas mulai terlihat sejak abad Sembilan. Kekuatan militer Abasiyah waktu itu mulai mengalami kemunduran, sebagai gantinya para penguasa Abasiyah perkerjakan orang-orang progesional di bidang kemiliteran, khususnya tentara Turki dengan sistempembudakan. Pengangkatan anggota militer turki ini, dalam perkembangan selanjutnya ternyata menjadi ancaman besar terhadap kekuasaan khalifah. Apalagi pada periode pertama pemerintahan Abasiyah, sudah muncul fanatisme kebangsaan berupa gerakan syu’ ubyah (kebangsaan anti arab).
Faktor factor penting yang menyebabkan kemunduran Bani Abas pada peride ini, sehingga banyak daerah yang memerdekakan diri, adalah;
1.      Wilayah kekuasaan daulat Abasiyah sementara komunikasi pusat antara daerah sulit dialakukan. Sementara itu, tinkat percaya di kalangan penguasa dan pelaksana sangat rendah.
2.      Dengan profesionalisme angkatan bersenjata, ketergantungan khalifah kepada mereka sangat tinggi.
3.      Keuangan mereka sangat sulit karena biaya yang di keluarkan untuk tentara bayaran sangat besar.

B.     PEREBUTAN KEKUASAAN DI PUSAT PEMERINTAHAN
Faktor lain yang yang menyebabkan peran politik Bani Abbas menurun adalah perebutan kekuasaan di pusat pemerintahan. Pada masa Pemerintahan Bani Abbas, perebutan kekuasaan terjadi diawal berdirinya, akan tetapi di masa-masa berikutnya, seperti pada periode dua dan seterusny, meskipun khalifah tidak berdaya, tidak ada usaha untuk merebut jabatan khilafah dartngan BaniAbas. Yang ada hanya usaha merebut kekuasaan dengan membiarkan jabatan khalifah tetap di pegang Bani Abbas. Hal ini terjadi karena khalifah sudah di anggap sebagai jabatan keamanan yang sacral dan tidak bisa di ganggu gugat lagi. Sedangkan kekuasaan dapat didirikan di pusat maupun daerah yang jauh dari pusat pemerintahan dalam bentuk dinasti-dinasti kecil yang merdeka.Tentara turki berhasil merebut kekuasaan tersebut. Ditangan mereka khalifah bagaikan boneka yang tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan merekalah yang memilih dan menjatuhkan khalifah sesuai dengan keinginan politik mereka.
Setelah kekuasaan berada di tangan orang-orang turki pada periode kedua (334 H/945 – 447 H/ 1055 M). daulat Abbasiyah berda di bawah kekuasaan Bani Buwaih. Kehadiran Bani Buwaih berawal dari tiga tiga orang putra abu Suja’ Buwaih. Pada masa pemerintahan bani buwaih, para khalifah abbasiyah bennar-benar tinggal namanya saja karena pemerinntahan sepenuhnya berada di tangan amir-amir Bani Buwaih.[3] Keadaan khalifah lebih buruk daripada masa sebelumnya, terutama karena Bani Buwaih aadalah penganut aliran Syi’ah, sementara Bani Abbas adalah sunni. Selama masa kekuasaan bani Buwaih sering terjadi kerusuhan antara kelompok ahlal-sunah dan Bani Syi’ah, pemberontakan tentara dan sebagainya.
Kekuasaan politik Bani Buwaih tidak lama bertahan setelah generasi pertama,tiga bersaudara tersebut, kekuasaan menjadi ajang pertikaian diantara anak-anak mereka. Masing-masing merasa berhak atas kekiuasaaan pusat. Perebutan kekuasaan dikalangan keturunan Bani Buwaih merupakan salah satu factor internal yang membawa kemunduran dan kehancuran pemerintahan mereka. Faktor internal lainnya adalh pertentangan dalam tubuh militer, antara golongan yang bersal dari dalam dengan keturunan turki.
Sejalan dengan melemahnya kekuatan politik Bani Buwaih, makin banyak pula gangguan dari luar yang membawa kemunduran dan kehancuran dinasti ini. Faktor-faktor eksternal diantaranya adalah semakin gencarnya serangan-serangan bizaintum ke dunia islam dan semakin banyaknya dinasti-dinasti kecil yang membebaskan diri dari kekuasaan di bagdad. Dinasti-dinasti itu antara lain dinasti Fatimiyah yang memproklamasikan dirinya sebagai pemegang jabatan khalifah di mesir, Ikhsyidiyah di mesir dan syiria, Hamdan di Aleppo dann lembah furat, Ghazna dekat Kabul dan dinasti Seljuk yang merebut  kekuasaan dari tangan tangan Bani Buwaih. Jatuhnya kekuasaan Bani Buwaih ketangan Seljuk bermula dari perebutan kekuasaan di dalam negeri. Dengan demikian berakhirlah kekeuasaan Bani Buwaih dan bermulalah kekuasaan DinastiSeljuk. Pergantian kekuasaan ini juga menandakan awal periode keempat khalifah Abbasiyah.
Dinasti sekjuk berasal dari beberapa kabilah kecil rumpun suku Ghuz di wilayah Turkisan. Pada abad kedua, ketiga dan keempat Hijrah  mereka kearah barat menuju Transoxiana dan Khurasan. Ketika itu mereka belum bersatu.[4] Mereka di persatukan oleh Seljuk Ibnu Tuqaq, karena itu mereka di sebut orang-orang Seljuk. Posisi dan dan kedudukan kholifah lebih baik setelah dinasti Seljuk berkuasa setelah beberapa lama dirampas orang-orang Syi’ah.
Pada masa             Maliksyiah wilayah kekuasaan Dinasti Seljuk ini sangat luas, membentang dari kasgor, sebuah daerah diujung daerah turki, sampai ke Yurisalem. Wilayah yang luas di bagi menjadi lima bagian, yaitu.[5]
1.      Seljuk besar yang menguasai Khurasan, Ray, Jabal, Irak, Persia,  dan Ahwz.
2.      Seljuk Kirman
3.      Seljuk Irak dan Kurdistan.
4.    Seljuk Syiria.
5.      Seljuk Rum.

Disamping wilayah menjadi lima, dipimpin oleh gubernur yang bergelar Syeh atau Malik itu, penguasa Seljuk juga mengembalikan jabatan perdana menteri yang sebelumnya dihapus oleh penguasa Bani Buwaih.  

C.     PERANG SALIB
1.        Periode Pertama
Tentara Salib dipimpin oleh Godfrey, Bohemon, dan Raimonini memperoleh kemenengan besar. Pada tanggal 18 juni 1097 mereka berhasil menaklukkan Nicea dan tahun 1098 M menguasai Raha (eddesa).
2.        Periode Kedua
Imaduddin, penguasa Moshul dan Irak, berhasil menaklukkan Aleppo, Hamimah, dan Endessa pada tahun1144M. Kejatuhan Endesso ini menyebapkan orang-orang Kristen mengobarkan Perang Salib Kedua. Paus Eugenius III menyerukan perang suci yang disambut positif oleh Raja Perancis Louis VII dan Raja Jerman Condrad II. Keduanya memimpin Pasukan Salib untuk merebut wilayah  Kristen di Syiria. Akan tetapi, gerak maju mereka dihambat oleh Nuruddin Zanki.Mereka tidsk berhasil memasuki damaskus. LouisVI dan Condrad II sendiri melarikan diri pulang kenegrinya.[6]
3.        Periode Ketiga
Tentara salib pada periode ini dipimpin oleh raja jaerman,Frederick II.Kali ini mereka berusaha merebut Mesir dahulu sebelum ke palestina, dengan harapan dapat bantuan dara orang-orang Kristen Qibthi. Pada tahunn 1219M, mereka berhasil menduduki Dimayat. Raja Mesir dari Dinasti ayyubiyah, waktu itu al-Malik Al-Kamil, membuat perjanjian  dengan Frederick. Isinya antara lain Frederick bersedia melepaskan Dimayat, sementara al-Malik Al-Kamil melepaskan palestina, Frederick menjamin keamanan kaum muslimin di sana, dan Frederick tidak mengirimkan bantuan kepada Kristen di Syiria.[7] Dalam perkembangan berikutnya, Palestina dapat merebut kembali oleh kaum muslimin tahun 1247 M, di masa pemerintahan al-Malik al-Saleh penguasa mesir selanjutnya.
Walaupun umat islam berhasil mempertahankan daerah-daerahnya dari tentara Salib, namun kerugian yang mereka derita sangat banyak sekali, karena peperangan itu terjadi di wilayahnya. Kerugian-kerugian ini mengakibatkan kekuatan politik umat islam menjadi lemah.

D.    SEBAB-SEBAB KEMUNDURAN PEMERINTAHAN BANI ABBAS
Sebagaimana terlihat dalam periodisasi khilafah Abbasiyah, masa kemunduran di mulai sejak periode kedua. Namun demikian faktor-faktor penyebab kemunduran itu tidak dating secara tiba-tiba. Beni-benih sudah terlihat pada periode pertama, hanya karena khalifah pada masa ini sangat kuat, benih-benih itu tidak sempat berkembang. Dalam sejarah kekuasaan Bani Abbas terlihat bahwa apabila khalifah kuat, para menteri cenderung sebagai pegawai kecil, tapi jika khalifah lemah, mereka akan berkuasa mengatur roda pemerintahan.
Di samping kelemahan khalifah, banyak fakto lain yang menybabkan khilafah Abbasiyah menjadi mundur, masing-masing factor tersebut saling berkaitan satu sama lain. Beberapa diantaranya adalah:
1.      Persaingan Antar Bangsa
Khilafah Abbasiyah didirikan oleh Bani Abbasyang bersekutu dengan orang-orang Persia. Persekutuan di latar belakangi oleh persamaan nasib kedua golongan itu pada masa bani umayyah berkuasa. Keduanya sama-sama tertindas.
Selain itu, wilayah kekuasaan Abbasiyah pada periode pertama sangat luas, meliputi berbagai bangsa yang berbeda, seperti Maroko, Mesir, Syiria, Irak, Persia, Turki, dan India. Mereka disatukan dengan bangsa semit kecuali Islam. Akibatnya muncul fanatisme kearaban, dan fanatisme bangsa bangsa yang lain yang melahirkan gerakan syu’ubiyah.
Fanatisme kebangsaan ini nampaknya dibiarkan berkembang oleh penguasa. Para khalifah menjalankan system perbudakan baru. Budak-budak bangsa Persia atau Turki dijadikan pegawai dan tentara, mereka dianggap sebagai hamba. Sistem perbudakan ini telah mempertinggi bangsa Persia dan turki. Karena jumlah dan kekuatan mereka yang besar, mereka merasa bahwa Negara adalah milik mereka, mereka mempunyai kekuasaan atas rakyat berdasarkan kekuasaan Khalifah.[8]
Kecenderungan masing-masing bangsa untuk mendominasi kekuasaan sudah dirasakan sejak awal khlifah Abbasiyah berdiri. Akan tetapi karena khalifah adalah orang-orang yang kuat yang mampu menjaga keseimbangan, stabilitas politik terjaga.

2.      Kemerosotan Ekonomi
Khilafah Abbasiyah juga mengalami kemunduran dibidang ekonomi bersamaan dengan kemunduran dibidang politik. Setelah khilafah memasuki kemunduran, pendapatan Negara menurun serta pengeluaran Negara meningkat lebih besar. Menurunnya pendapatan Negara itu disebabkan oleh makin menyempitnya wilayah kekuasaan, banyaknya terjadi kerusuhan yang mengganggu perekonomian rakyat, diperingankan pajak dan banyaknya dinasti-dinasti kecil yang memerdekakan diri dan tidak membayar upeti. Sedangkan pengeluaran membengkak disebabkan oleh kehidupan kholifah dan pejabat semakin mewah, jenis pengeluaran semakin beragam dan para pejabat melekukan korupsi.[9]
Kondisi politik yang tidak stabil menybabkan perkonomian Negara mora-marit. Sebaliknya kondisi ekonomi yang buruk memperlemah kekuatan politi dinasti Abbasiyah.Kedua factor ini saling berkaitan dan tak teroisahkan.
3.      Konflik keagamaan
Fanatisme keagamaan sangat berkaitan eratdengan persoalan keagamaan. Karena cita-cita orang Persia tidak sepenuhnya tercapai, kekecewaan mendorong sebagaian mereka mempropagandakan ajaran Manuisme, Zoroasterisme dan Mazdakisme. Munculnya geerakan yang dikenal dengan gerakan zindiq ini merasa menggoda keimanan para kholifah. Konflik antara kaum beriman dengan golongan Zindiq  berlanjut mulai dari bentuk yang sangat sedehana seperti polemik tentang ajaran, sampai kepada konflik bersenjata yang menumpahkan darah dikedua belah pihak seperti Gerakan Al-Afsyin dan Qaramithah.  
Konflik yang di latar belakangi agama tidak terbatas pada konflik antara muslim dan zindiq atau ahlussunah dengan syiah saja, tetapi juga pada aliran islam.

4.      Ancaman dari luar
Apa yang disebutkan di atas adalah factor-faktor internal. Disamping itu ada pula Faktor-faktor eksternal yang menyebabkan khilafah Abbasyiah lemah dan akhirnya hancur, pertama perang salib yang berlangsung beberapa gelombang atau periode yang menelan banyak korban, kedua serangan tentara mongol kekuasaan wilayah islam. Perang salib juga membakar semangat perlawanan orang-orang Kristen yang berada di wiayah kekuasaan islam.
Perang salib juga terlihat dalam penyerbuan tentara Mongol terhadap orang islam. Karena di pengaruhi oleh orang-orang budha dan Kristen Nestorian.  




DAFRAR PUSTAKA
Badri, yatim.Sejarah Peradapan Islam.Jakarta:PT Raja Grfindo Persada, 2003, xiv, 338,hal 21.



[1] Ibid, hal.434
[2] W, Montgomery Watt, Politk Islam dalam Lintasan Sejarah, (Jakarta: P3M, 1988), hal 152
[3] Muhammad Munsfir al-Zamroni, op, cit, hal.22
[4] Ahmad Salabi, Mausu’ah, op, cit, hal. 426
[5] Muhammad al-Khudhari Bek, op, cit, hal. 418-421
[6] Abd al-Rahman Tajuddin, Dinasti Fi al-islami, (Kairo: Maktabah al-sunnah al-Muhadiyah, 1953), hal. 148
[7] Ibid.
[8] Bojena Gajane, Stryzewska, op, cit, hal.390
[9] Ahmad Amin, op, cit, hal. 42

0 komentar:

Posting Komentar